Hindari Pernikahan Dini, Turunkan Angka Stunting

Pernikahan dini masih tinggi

Palangkaraya, IDN Times – Salah satu upaya mencegah kelahiran anak stunting adalah dengan menghindari pernikahan dini. Hal ini harus menjadi perhatian bersama, mengingat angka pernikahan dini masih tinggi di Indonesia. 

Demikian disampaikan Koordinator Informasi Komunikasi Kesehatan Direktorat Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (IKPMK) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Marroli J. Indarto dalam Diseminasi Informasi dan Edukasi Percepatan Penurunan Stunting bertajuk Kepoin GenBest: Cegah Stunting, Nikah Dini Bikin Overthinking di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis (22/9).

1. Butuh kesiapan mental dan emosional

Hindari Pernikahan Dini, Turunkan Angka StuntingDok. Kominfo

Marroli menjelaskan menikah tidak hanya membutuhkan kesiapan fisik perempuan untuk melahirkan anak, namun lebih dari itu perlu kesiapan mental dan emosional pasangan, seperti  menyikapi kehidupan rumah tangga, mengasuh anak, dan lain sebagainya. Jika tubuh dan mental belum siap untuk menikah maka berisiko tinggi melahirkan anak stunting. Mempertimbangan hal tersebut, maka pemerintah mengingatkan usia ideal menikah dan hamil untuk perempuan adalah 21 tahun, dan untuk laki-laki 25 tahun. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah pernikahan dini atau pernikahan anak pada tahun 2020 berada di angka 10,18 persen. Angka ini masih di atas target Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) yaitu 8,74 persen di akhir tahun 2024.

2. Fokus turunkan angka prevalensi stunting

Hindari Pernikahan Dini, Turunkan Angka StuntingDok. Kominfo

Untuk mencegah anak terlahir stunting, menurut Marroli, Kementerian Kominfo kini terus fokus menurunkan angka prevalensi stunting, hingga mencapai target 14 persen di tahun 2024.  “Presiden menargetkan di tahun 2024, angka stunting di Indonesia harus berada di bawah 14 persen,” ujarnya.

Ia menambahkan, penurunan angka stunting saat ini merupakan momentum yang tepat karena Indonesia tengah menghadapi bonus demografi, kondisi di mana usia produktif jauh lebih banyak dibandingkan usia tidak produktif. “Bonus ini akan berakhir pada tahun 2045. Makanya sesuai instruksi Presiden kita lebih fokus membangun sumber daya manusia,” lanjutnya.

Sub Koordinator Hubungan Antarlembaga dan Lini-lini Lapangan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Provinsi Kalimantan Tengah, Djuwiyanto, yang hadir sebagai narasumber, menjelaskan bahwa angka pernikahan dini di Kalimantan Tengah cenderung tinggi.

“Persentasenya menurut pendataan keluarga di tahun 2021 berada pada angka 35 persen dari target 29 persen. Jadi memang masih tinggi” katanya.

Ia menambahkan bahwa banyak faktor yang menyebabkan pernikahan dini, seperti faktor budaya, sosial, agama, hingga ekonomi. Tetapi yang paling dominan saat ini adalah faktor pola asuh dan perkembangan teknologi informasi yang tidak sepenuhnya dicerna dengan baik oleh para remaja. 

“Karena kita temui di keluarga-keluarga ada kecenderungan dalam memberikan edukasi seputar kesehatan reproduksi itu tabu. Tidak semua orang tua mengajarkan anak ketika beranjak dewasa untuk menjaga pergaulan. Remaja-remaja ini mengakses media sosial tidak terbatas, ditambah lagi lingkungan pergaulan yang tidak konstruktif dan positif, sehingga kecenderungan nikah dininya menjadi lebih besar,” jelas Djuwiyanto.

3. Secara mental para remaja belum siap

Hindari Pernikahan Dini, Turunkan Angka StuntingDok. Kominfo

Sementara itu, Dokter Spesialis Gizi Klinik, Raissa E. Djuanda, yang juga menjadi narasumber dalam kegiatan ini, menjelaskan pernikahan dini bukan hanya secara kesehatan saja.

“Bahaya pernikahan dini bukan hanya secara kesehatan saja, tapi secara mental pun sebenarnya para remaja belum siap,” jelasnya. Diungkapkan Raissa, menikah memerlukan komitmen dan tanggung jawab, sementara umur yang masih dini akan sulit jika dibebani tanggung jawab yang begitu berat.

Forum Kepoin GenBest yang diadakan di Kota Palangkaraya merupakan bagian dari kampanye GenBest (Generasi Bersih dan Sehat), yang merupakan inisiasi Kemenkominfo untuk menciptakan generasi Indonesia yang bersih dan sehat serta bebas stunting. 

GenBest mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat di kehidupan sehari-hari. Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbestid, GenBest juga menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, siap nikah, maupun reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, serta videografik. (WEB)

Topik:

  • Jordi Farhansyah
  • Cynthia Kirana Dewi

Berita Terkini Lainnya