Ilustrasi Lonjakan Kasus Virus COVID-19. (IDN Times/Aditya Pratama)
Mengenai evaluasi PPKM Darurat selama dua pekan ini, epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman mengatakan, ada dua parameter yang bisa mengukur keberhasilan kebijakan PPKM Darurat. Pertama adalah growth rate atau pertumbuhan kasus, dan kedua angka reproduksi.
Dicky menyampaikan, menurut data yang ia himpun, tes positivity rate pada 3 Juli 2021 sebesar 25,2 persen. Kemudian meningkat pada 15 Juli 2021 yaitu sebesar 30,6 persen. Menurutnya, hal itu menunjukkan kasus COVID-19 belum terkendali.
“Selain tes positivity rate, lihat angka reproduksi. Dari tes positivity rate kita bisa mengambil kesimpulan belum terkendali. Tes positivty rate memberikan makna yang sangat jelas belum terkendali, karena testing-nya kurang, 3T-nya kurang, 5M-nya kurang,” kata Dicky saat dihubungi IDN Times, Jumat (16/7/2021).
Lalu, Dicky menyampaikan, angka reproduksi pada 3 Juli 2021 hingga 15 Juli 2021 stagnan. Pada 3 Juli, angka reproduksi yaitu 1,37, sedangkan di 15 Juli juga sama 1,37.
“Artinya stagnan, tapi tak stagnan yang masih positif pertumbuhannya masih terjadi pertumbuhannya, karena kalau angka produksi yang harus kita raih itu setidaknya satu paling tinggi, karena kalau satu berarti kasus itu tidak menumbuh dengan eksponensial, tapi kalau lebih dari satu apalagi 1,3 masih dengan pola eksponensial yang positif pertumbuhannya,” kata Dicky.
Selain itu, Dicky membahas angka kematian harian. Dia mengatakan selalu melihat angka kematian harian per 1 juta penduduk. Pada 3 Juli, kasus harian kematian mencapai 85 per 1 juta penduduk. Sedangkan di 15 Juli, kasus kematian harian mencapai 161 per 1 juta penduduk dan naik dua kali lintas.
“Ini artinya kaitan dengan angka reproduksi yang masih positif itu dengan pola eksponensial yang memang akan menumbuhkan kasus baru,” terang Dicky.
Menurut Dicky, angka kematian menjadi indikator penting dalam sebuah pandemik. Sebab, angka kematian tidak bisa berbohong.
“Karena kita sering melihat angka kasus harian menurun tapi di sisi lain angka kematian meningkat itu tidak logis secara program. Berarti ada yang salah di angka kasus hariannya karena kematian itu adalah indikator valid derajat keparahan, keseriusan suatu pandemik atau wabah di suatu negara atau wilayah,” ucapnya.
Sehingga, kata dia, negara bisa dikatakan mampu tangani pandemik apabila angka kematiannya sudah tidak ada. “Tapi kalau ada satu aja kematian, jangankan banyak, satu saja kematian, itu akan menunjukkan ada masalah dalam pengendalian pandemik kita,” kata Dicky.
Kendati, Dicky menyampaikan, selama dua pekan pelaksanaan PPKM Darurat ternyata tetap berkontribusi pada perkembangan kasus. Sebab, angka reproduksi kasus menjadi stagnan sejak PPKM Darurat diterapkan.
“Sisi positif dari data ini ya stagnan, ini mengartikan bahwa PPKM Darurat ini punya peran artinya setidaknya jadi stagnan. Kalau gak, kalau diangkat misalnya, tidak diperpanjang, bisa naik,” ujar Dicky.