Jakarta, IDN Times - Pada Juli 2019, sebuah gerakan bernama Extinction Rebellion Indonesia diinisiasi. Gerakan ini merupakan aktivisme yang berfokus pada isu krisis iklim dan telah berada di beberapa kota di Indonesia.
Sebelum berada di Indonesia, gerakan ini pertama kali dimulai di London pada 31 Oktober 2018. Pencetusan gerakan ini merupakan bentuk respons terhadap Perjanjian IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change) yang melibatkan berbagai macam negara di dunia untuk menetapkan target pengurangan emisi gas karbon sebelum tahun 2025.
Isu krisis iklim yang diangkat gerakan Extinction Rebellion Indonesia dilakukan dengan pendekatan baru, yaitu melalui aksi langsung yang damai tanpa adanya kekerasan atau disebut juga dengan Non-Violent Direct Action (NVDA).
“Di XR sendiri, kita yakin teori 3,5 persen. Ketika kita mampu mengumpulkan massa 3,5 persen dari populasi setempat, dan melakukan NVDA secara terus-menerus, secara massive, itu akan menciptakan perubahan sistemik. Secara historis, telah terbukti dan telah berhasil 63 persen dibandingkan aksi kekerasan,” jelas Yudi Iskandar selaku Koordinator Nasional Extinction Rebellion Indonesia dalam acara "Climate Change Actions 101" by IDN Times, Senin (13/12/2021) melalui live akun Instagram @idntimes.
Secara tidak langsung, pendekatan tersebut menjadikan Extinction Rebellion Indonesia sebuah gerakan melawan untuk membela bumi tanpa kekerasan. Walaupun disertai aksi, kegiatan, beberapa program lainnya, dan bukan dalam bentuk organisasi.
Berikut beberapa fakta lainnya tentang Extinction Rebellion Indonesia yang telah IDN Times rangkum.