Bukan Hanya Iklan, Anak Jadi Perokok Karena Mudah Dapat Rokok

Pemblokiran iklan rokok di internet tidak akan berdampak

Jakarta IDN Times – Anggota DPD RI yang juga aktivis perlindungan anak, Fahira Idris, mengapresiasi langkah Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam memblokir iklan rokok di internet. Namun, keputusan pemblokiran tidak akan berdampak signifikan dalam menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun, tanpa dibarengi kebijakan dan aksi di lapangan. Salah satunya memberi sanksi tegas kepada mereka yang menjual rokok kepada anak-anak.

Dalam siaran persnya yang diterima redaksi pada Selasa (18/6/2019), Fahira mengungkapkan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau sudah mengatur larangan menjual rokok kepada anak di bawah 18 tahun. Namun, dalam PP ini, sanksi bagi yang melanggar tidak tegas dan tidak jelas.

1. Penjual rokok juga merasa tidak melanggar hukum setelah menjual rokok kepada anak

Bukan Hanya Iklan, Anak Jadi Perokok Karena Mudah Dapat Rokokberitabuana.co

Menurut Fahira, hal tersebut membuat anak-anak begitu leluasa membeli dan mengonsumsi rokok. Di sisi lain, penjual juga merasa tidak melanggar hukum setelah menjual rokok kepada anak karena mereka tidak pernah ditindak dan diberi sanksi.

“Akibatnya, jamak kita melihat anak-anak begitu mudahnya membeli dan mendapatkan rokok. Jadi hulu persoalan meningkatkan konsumsi rokok pada anak dan remaja karena mereka mudah mendapatkan atau membeli rokok baik di warung maupun minimarket. Dan ini yang sudah puluhan tahun belum menjadi concern penuh bahkan belum tersentuh oleh pemerintah terutama Kemenkes. Harus ada gerakan masif untuk menyadarkan masyarakat bahwa menjual rokok kepada anak di bawah umur adalah tindakan melanggar hukum,” ujar Fahira.

2. Menutup akses kepada anak-anak dalam mendapat rokok ialah langkah efektif mengurangi perokok anak

Bukan Hanya Iklan, Anak Jadi Perokok Karena Mudah Dapat Rokokpixabay.com

Fahira berpendapat bahwa titik krusial dan langkah efektif untuk menurunkan prevalensi perokok anak dan remaja ialah mempersempit bahkan menutup ruang dan akses kepada anak-anak untuk mendapatkan atau membeli rokok. Untuk itu, Kemenkes diminta membuat strategi komprehensif untuk melindungi anak dari bahaya rokok.

Ia melanjutkan, hal-hal yang dapat dilakukan Kemenkes, antara lain penguatan dari sisi regulasi larangan dan sanksi tegas bagi yang menjual rokok kepada anak-anak, penguatan penyebaran informasi publik soal larangan kepada pedagang untuk menjual rokok kepada anak-anak, program-program kreatif penyadaran bahaya rokok terutama bagi anak dan remaja, serta mewajibkan setiap orang yang hendak membeli rokok untuk menunjukkan identitas atau KTP sebagai tanda sudah berumur lebih dari 18 tahun.

3. Perokok anak dan remaja saat ini meningkat dan mengkhawatirkan

Bukan Hanya Iklan, Anak Jadi Perokok Karena Mudah Dapat Rokokunsplash.com/Levi Guzman

“Peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Saya apresiasi Kemenkes yang meminta pemblokiran iklan rokok di internet, tetapi persoalan ini butuh strategi dan solusi yang komprehensif, bukan parsial seperti ini. Sekali lagi, inti persoalan meningkatnya anak-anak mengonsumsi rokok di Indonesia adalah anak-anak kita begitu mudah membeli dan mendapatkan rokok. Ini yang harus kita hentikan,” tutur Fahira.

Sebagai informasi, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, peningkatan prevalensi perokok anak dan remaja usia 10-18 tahun dari 7,2 persen (2013) menjadi 9,1 persen (2018).

Topik:

  • Ezri T Suro

Berita Terkini Lainnya