Monumen Serangan Umum 1 Maret tampak depan (instagram.com/bangkumipa_)
Pria yang mendalami sejarah militer Indonesia tersebut menjelaskan, sebenarnya masih banyak pihak berjasa atas Serangan Umum 1 Maret 1949. Sistem Wehrkreise yang dibentuk, memang menjadi buktinya.
Sistem tersebut, jika kita merujuk pada arti Wehrkreise adalah lingkaran atau daerah pertahanan. Kata ini diserap dari bahasa Jerman.
Jadi, saat itu, strategi yang diterapkan adalah bagaimana menghalau tentara Belanda masuk ke Yogyakarta untuk memberikan bantuan terhadap pasukan di tengah kota. Dalam naskah akademiknya, memang peranan dari masing-masing pihak dijelaskan.
"Terjadi juga pertempuran di Solo, Magelang, dan daerah sekitarnya. Tugas mereka yang ada di sana adalah menghalau masuknya bantuan ke wilayah Yogyakarta. Makanya, pasukan kita bisa menduduki Yogyakarta selama enam jam. Kenapa enam jam? Itu menjadi sebuah bukti kepada dunia dan Dewan PBB kalau pemerintahan Indonesia juga masih berjalan. Kabar cepat tersebar, karena wartawan dari berbagai belahan dunia juga ada di sana," ujar Abdurakhman.
Mas Maman, begitu sapaan akrabnya, menyatakan jika sudah seharusnya sejarah ditulis dengan fakta yang lengkap tanpa adanya bahasa politis. Sebab, selama ini memang sejarah kerap dipengaruhi politik.
Padahal, ada sebuah tujuan lebih mulia dalam penulisan sejarah, yakni terkait akademik karena masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
"Sejarah harus dilihat sebagai sebuah kurikulum pendidikan. Perlu kehati-hatian dalam penulisannya agar tersampaikan dengan baik ke masyarakat. Jangan sampai mengulang kesalahan di Orde Baru, ketika Desukarnoisasi terjadi. Cukup memberikan kedudukan tokoh pada perannya, itu saja," ujarnya.