Dewan Pers: Ada 43 Ribu Media Online, Hanya 168 yang Profesional

Banyak media belum terverifikasi

Padang, IDN Times - Ketua Dewan Pers Yosep Stanley Adi Prasetyo mengatakan kebebasan pers berimbas pada menjamurnya media massa di tanah air. Efeknya terjadi perekrutan wartawan dalam jumlah besar.

Sayangnya, Stanley melanjutkan, perekrutan ini tak diikuti dengan sumberdaya wartawan yang siap pakai. Beragamnya latar belakang akademis wartawan juga menjadi persoalan lain.

"Kebanyakan dari para wartawan baru ini tak pernah mengikuti pendidikan jurnalistik," ujarnya saat menyampaikan sambutan pada peringatan Hari Pers Nasional di Padang, Kamis (8/2).

1. Ada 2.000 media cetak, sangat sedikit yang profesional 

Dewan Pers: Ada 43 Ribu Media Online, Hanya 168 yang Profesional  Antara Foto

Yosep memperkirakan saat ini ada sekitar 2.000 media media cetak. Namun dari jumlah tersebut hanya 567 media cetak yang masuk kategori profesional pada 2014. Sementara pada 2015, jumlahnya menyusut lagi menjadi hanya 321 media cetak. 

Baca juga: 8 Jurnalis Perempuan Bicara tentang Tantangan Zaman Now

2. Hal yang sama juga terjadi pada media online

Dewan Pers: Ada 43 Ribu Media Online, Hanya 168 yang Profesional  Unplash/ Taras Shypka

Sedangkan media online atau siber diperkirakan mencapai angka 43.300. Namun, yang tercatat sebagai media profesional dan lolos syarat pendataan pada 2014 hanya 211 media online saja. "Angka ini menyusut menjadi hanya 168 media online saja pada 2015," ujarnya.

Selain itu hingga akhir 2014 tercatat ada 1.166 media radio dan 394 media televisi. Pada 2015 media radio mengalami penyusutan menjadi 674 media radio sedangkan televisi bertambah menjadi 523 media televisi.  

3. Media di Indonesia sedang bertransisi

Dewan Pers: Ada 43 Ribu Media Online, Hanya 168 yang Profesional  Unplash/Daniel von Appen

Menurut Yosep, media pers kini memasuki fase transisi akibat kemajuan teknologi digital. Media cetak banyak yang tak bisa terbit lagi karena kesulitan pendanaan dan merosotnya oplah penjualan. Para pemimpin dan pejabat tak lagi bicara dengan para pemimpin redaksi.

Mereka memilih langsung bicara dengan publik melalui media sosial. Media dan wartawan justru sibuk membuat ulasan tentang vlog para pejabat yang diunggah di media sosial. Pers sepertinya mengalami kegamangan dan kehilangan peran. Beberapa media justru mengangkat topik perbincangan netizen di media sosial sebagai bahan liputan atau acara di televisi.

Baca juga: Peringati Hari Pers Nasional, Dewan Pers Keluarkan Imbauan

 

Topik:

Berita Terkini Lainnya