Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)
Kadiv Propam nonaktif Irjen Pol Ferdy Sambo menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (4/8/2022). (ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

Jakarta, IDN Times - Analis keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, mengatakan surat permintaan maaf yang ditulis Ferdy Sambo dan ditujukan kepada koleganya di kepolisian, tak bermakna apa-apa. Sebab, kesalahan yang telah dilakukan oleh koleganya di instansi Bhayangkari karena ikut menutupi kematian Brigadir J, tetap tak bisa ditanggung oleh Sambo sendiri.

Gara-gara terseret kasus Sambo, kini sebanyak 97 personel Polri diperiksa oleh tim Inspektorat Khusus (Irsus). Sebanyak 35 personel di antaranya diduga melanggar kode etik profesi. Jumlah personel ini diperkirakan bisa terus bertambah. 

"Kan tidak bisa perbuatan pidana ditanggung renteng ke Ferdy Sambo. Masing-masing individu wajib mempertanggung jawabkan perbuatannya sesuai kadarnya," ungkap Fahmi ketika dihubungi oleh IDN Times melalui telepon pada Jumat, (26/8/2022). 

Di dalam selembar surat yang diklaim ditulis tangan oleh Sambo, berisi kesiapan mantan Kadiv Propam itu untuk ikut menanggung akibat hukum yang ikut dirasakan oleh para kolega dan seniornya di instansi kepolisian. "Saya meminta maaf kepada senior dan rekan-rekan semua, yang secara langsung merasakan akibatnya. Saya mohon, permintaan maaf saya dapat diterima. Saya siap untuk menjalankan konsekuensinya sesuai hukum yang berlaku," demikian tulis Sambo di surat tersebut pada 22 Agustus 2022 lalu. 

Meski siap menerima konsekuensinya, tetapi pada faktanya Sambo menolak keputusan pemecatan yang dikeluarkan oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP). Sesuai dengan aturan, Sambo diberi kesempatan tiga hari untuk mengajukan banding dalam bentuk tertulis dan formal ke KKEP. 

Apakah ada peluang putusan KKEP di tingkat banding bakal menganulir putusan di tingkat pertama?

1. Ferdy Sambo diberi waktu paling lama 21 hari untuk menyusun memori banding

Eks Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo menjalani sidang dugaan pelanggaran etik di Gedung TNCC Divisi Propam Polri, pada Kamis (25/8/2022). (youtube.com/Polri TV Radio)

Berdasarkan Peraturan Kepolisian (Perpol) nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara pasal 69, Sambo memiliki waktu untuk menyusun memori banding paling lambat 21 hari sejak diterimanya putusan sidang KKEP. Memori banding diajukan kepada pejabat KKEP Banding melalui sekretariat KKEP Banding. 

Sedangkan, di pasal 71, KKEP banding bakal dibentuk oleh Kapolri. Namun, Kapolri dapat melimpahkan kewenangan itu kepada Wakapolri untuk tingkat Mabes Polri dan Kapolda untuk tingkat kepolisian daerah. 

Lalu, di pasal 72 ayat (2) KKEP Banding memiliki tiga kewenangan. "Pertama, menerima, menolak seluruhnya atau sebagian permohonan banding. Kedua, menguatkan atau membatalkan putusan sidang KKEP sebelumnya. Ketiga, membuat rekomendasi hasil sidang KKEP banding kepada pembentuk KKEP banding," demikian isi pasal tersebut. 

Fahmi mengatakan di dalam memori bandingnya, Sambo kemungkinan akan melampirkan bukti dan pasal-pasal yang dapat dijadikan argumentasi sehingga ia tidak dipecat dari Polri. "Misalnya, Sambo diduga nanti akan melampirkan jasa-jasa yang pernah ia lakukan untuk Polri dan prestasinya. Jadi, intinya, ia harus mampu membuktikan bahwa tidak layak untuk dipecat dari Polri," kata Fahmi. 

2. Kecil kemungkinan banding Ferdy Sambo bakal diterima komisi kode etik profesi Polri

Eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam), Irjen Ferdy Sambo. (humas.polri.go.id)

Lebih lanjut, Fahmi menduga kecil kemungkinan banding yang nanti akan diajukan oleh mantan Kadiv Propam itu bakal dikabulkan KKEP banding. Sebab, tekanan publik demikian besar terhadap Polri. 

"Maka, kemungkinan banding itu akan diterima memang kecil. Tapi, setidaknya itu akan memberikan kesempatan atau waktu tambahan di antara mereka untuk melakukan proses-proses atau hal-hal untuk mempengaruhi putusan atau rekomendasi etik itu," tutur dia. 

Maka, Fahmi mengajak publik untuk tidak cepat merasa puas dengan adanya rekomendasi di sidang KKEP yang memutuskan memecat Sambo. Ia menambahkan ketika di tahap banding, maka tim KKEP akan diisi oleh orang-orang yang berbeda dibandingkan di sidang sebelumnya. 

"Nanti, kan akan disusun tim KKEP baru dan level pangkatnya tetap jenderal bintang tiga," ujarnya. 

3. Isi surat permintaan maaf Ferdy Sambo tak konsisten dengan perbuatannya

Surat permintaan maaf Ferdy Sambo yang ditulis 22 Agustus 2022. (Dokumentasi Istimewa)

Sementara, di dalam suratnya yang ditulis di Mako Brimob, Kelapa Dua, pada 22 Agustus 2022 lalu, Sambo meminta maaf kepada rekan-rekan dan seniornya di kepolisian karena ikut menanggung akibat perbuatannya. Sambo telah mengaku menjadi dalang utama pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Selain itu, ia juga mengaku menyusun skenario untuk menutupi fakta pembunuhan tersebut. 

"Rekan dan senior yang saya hormati dengan niat yang murni saya ingin menyampaikan rasa penyesalan dan permohonan maaf yang mendalam atas dampak yang muncul secara langsung pada jabatan yang senior dan rekan-rekan jalankan dalam institusi Polri.

Atas perbuatan saya yang telah saya lakukan saya meminta maaf kepada para senior dan rekan-rekan semua yang secara langsung merasakan akibatnya," demikian tulis Sambo. 

Namun, sikap Sambo yang mengajukan banding bertolak belakang dengan isi surat yang ditulis siap menanggung semua risikonya. Menurut Fahmi yang dilakukan oleh Sambo adalah bentuk perlawanan terakhir. 

"Ia ingin mengulur-ulur waktu dan berharap bisa mendapatkan vonis seringan-ringannya dalam sidang pidana nanti," kata dia. 

Di sisi lain, Sambo juga sudah mengajukan surat pengunduran diri sebelum sidang KKEP dimulai pada Kamis kemarin. Namun, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memilih tak memprosesnya. 

Editorial Team