ICW: Sokongan Dana Cukong di Pilkada Bisa Picu Kebijakan Tak Berpihak

Ongkos pemilu yang mahal jadi celah bagi cukong untuk masuk

Jakarta, IDN Times - Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga mengatakan, sumbangan dana dari cukong atau pengusaha pemilik perusahaan besar kepada pasangan calon kepala daerah, bukan hal baru dalam pesta demokrasi di Indonesia.

Bahkan, hal itu tidak hanya terjadi pada gelaran pilkada saja, tetapi juga pada kontestasi pemilihan presiden (pilpres).

"Sumbangan material dari aktor privat ke kandidat kan sudah terjadi sejak lama. Semakin langgeng karena memang sistem pemilu kita berbiaya mahal,” kata Egi saat dihubungi IDN Times, Sabtu (19/9/2020).

Baca Juga: PPATK Awasi Dana Calon Kepala Daerah untuk Cegah Pencucian Uang

1. Ongkos pemilu yang mahal membuat calon kepala daerah membutuhkan dana dari cukong

ICW: Sokongan Dana Cukong di Pilkada Bisa Picu Kebijakan Tak BerpihakPetugas kepolisian berjaga di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (3/9/2020). (ANTARA FOTO/Abriawan Abhe)

Egi menilai, ongkos pemilu yang mahal memicu para kontestan untuk mau menerima dana dari cukong tersebut. Oleh sebab itu, pendidikan politik dan tata kelola partai harus segera diubah, terutama politik transaksional.

"Kandidat membutuhkan sokongan materi, aktor swasta mengambil celah untuk memanfaatkan itu,” ujarnya.

2. Dana dari cukong akan berbahaya terhadap kebijakan calon kepala daerah terpilih

ICW: Sokongan Dana Cukong di Pilkada Bisa Picu Kebijakan Tak BerpihakIlustrasi uang Rp100 Ribu. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Peneliti divisi korupsi politik ICW menjelaskan, sokongan dana dari cukong itu akan sangat berbahaya pada setiap pengambilan kebijakan oleh kepala daerah terpilih. Alih-alih sebagai wakil rakyat, kepala daerah malah membuat kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan publik.

"Yang bahaya dari pemberian sokongan oleh cukong adalah kebijakan nantinya tidak lagi berpihak pada kepentingan publik. Tapi sekedar untuk menguntungkan kepentingan privat mereka,” tuturnya.

3. KPK sebut 82 persen pasangan calon didanai oleh sponsor

ICW: Sokongan Dana Cukong di Pilkada Bisa Picu Kebijakan Tak BerpihakWakil Ketua KPK, Nurul Ghufron (Dok. Humas KPK)

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menyebut, 82 persen pasangan calon kepala daerah didanai oleh sponsor. Pihaknya khawatir jika aliran dana paslon tidak diawasi dengan baik, maka akan timbul politik uang.

Oleh sebab itu, KPK memberikan rekomendasi kepada penyelenggara pilkada untuk bekerja sama dan saling berkoordinasi dengan PPATK, guna mengetahui transaksi keuangan yang dimungkinkan akan digunakan untuk melakukan politik uang saat kampanye, atau jelang pemilihan kepala daerah oleh kandidat.

“Sehingga itu menunjukkan nanti akan ada aliran-aliran dana dari sponsor kepada calon kepala daerah,” ujar Ghufron, Jumat (11/9/2020).

4. PPATK akan mengawasi aliran dana pasangan calon kepala daerah di Pilkada 2020

ICW: Sokongan Dana Cukong di Pilkada Bisa Picu Kebijakan Tak BerpihakKetua PPATK Dian Ediana Rae (Dok.Instagram.com/PPATK_Indonesia)

Sementara itu, Kepala PPATK Dian Ediana Rae menyambut baik ajakan kerja sama tersebut. Pihaknya mengatakan, telah berkoordinasi dengan KPU dan Bawaslu untuk pengawasan dana calon kepala daerah pada setiap tahapan pilkada.

“Karena pengalaman kita proses money politic dimulai lebih awal, karena itu kita tidak bisa membatasi hanya saat kampanyenya saja. Tapi lebih awal dan berlangsung terus pada tahap prapemilihan, kampanye, dan pascapemilihan. Karena semuanya mengandung kerawanan yang perlu kita perhatikan,” tuturnya.

Baca Juga: JK Minta Pilkada 2020 Ditunda, Khawatir Bisa Picu Kelompok Massa

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya