Demo tolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Sebelumnya, Ketua Umum PB IDI, Moh. Adib Khumaidi mengapresiasi upaya Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP) yang mengajukan petisi permohonan penundaan RUU Omnibus Law Kesehatan kepada Presiden Joko "Jokowi" Widodo dan Ketua DPR RI Puan Maharani beserta seluruh anggota DPR. Adapun petisi itu diajukan lebih dari 150 orang Guru Besar lintas profesi, baik dari profesi kesehatan dan non kesehatan.
Kemudian, kata Adib, setelah membaca, menelaah, mendiskusikan secara seksama, dengan berbasis bukti, tentang RUU Kesehatan ini, para guru besar ini mengidentifikasi sejumlah isu serius di dalamnya yang sangat perlu dipertimbangkan.
Pertama, penyusunan RUU Kesehatan tidak secara memadai memenuhi asas krusial pembuatan UU, yaitu asas keterbukaan/transparan, partisipatif, kejelasan landasan pembentukan, dan kejelasan rumusan.
Kemudian kedua, PB IDI menilai tidak ada urgensi atas pengesahan RUU Kesehatan.
"Tidak ada urgensi dan kegentingan mendesak untuk pengesahan RUU Kesehatan saat ini. Dalam 9 UU Kesehatan yang ada saat ini masih relevan digunakan dan tidak ditemukan adanya redundancy dan kontradiksi antar satu sama lain," ucap dia dalam keterangannya.
Ketiga, Adib menilai, berbagai aturan dalam RUU justru berisiko memantik destabilitas sistem kesehatan serta mengganggu ketahanan kesehatan bangsa.
"Sementara, keempat, pengesahan RUU Kesehatan menuai begitu banyak kontroversi yang bisa melahirkan kelemahan penerimaan dan implementasi undang-undang (reluctant compliance) yang ujungnya bermuara pada konflik dan ketidakstabilan bidang kesehatan," imbuh dia.
Oleh sebab itu, para guru besar lintas profesi ini mengusulkan pengesahan RUU ini ditunda dan kemudian dilakukan revisi secara lebih kredibel dengan melibatkan tim profesional kepakaran serta semua pemangku kepentingan.