Cinta Negara: Melva Tinggalkan Pekerjaannya untuk Mengabdi Pada Negara

Dalam acara "Bincang Satu Jam Bersama Ahok", Ahok mengajak para profesional asal Indonesia yang bekerja di Singapura untuk kembali ke Indonesia bekerja bersama-sama membangun DKI Jakarta.

Saat itu sang moderator bertanya, "Bagaimana bapak akan merangkul para profesional ini mengingat sebenarnya mereka sudah sejahtera di Singapura?" Lantas Ahok pun tertawa sambil berkomentar, "Pertanyaanmu itu vulgar sekali," sehingga sang moderator ikut tertawa juga.

Tapi kemudian, Ahok menjawab bahwa masalah gaji itu urusan kecil. Profesional muda, apalagi yang lulusan luar negeri, akan sangat dihargai. "Kita sanggup menggaji berdasarkan kompetensi anda. Yang penting adalah hati anda, bukan hanya kepintaran atau uang," kata Ahok.

Ahok kemudian mulai bercerita tentang Melva, salah seorang stafnya di balaikota. Di usia yang masih muda ini, Melva telah menyandang gelar S1 dari Cornell University dan S2 dari Cambridge University. Ia kemudian bekerja di sebuah perusahaan manajemen global terkemuka di dunia, McKinsey & Company.

Dan suatu hari, Melva datang ke balaikota dan menawarkan dirinya untuk membantu sebagai staf Ahok, tanpa digaji. "Saya pun kaget. Ya saya tawari gaji besar, dia enggak mau. Ya, akhirnya saya kasihlah ongkos, minimal bisa pulang taksi," ujar Ahok sambil tertawa. 

"Dia semula hanya berencana tiga bulan, kemudian diperpanjang sampai sekarang karena menurutnya lebih menantang mengurus permasalahan DKI," ujarnya lagi.

Saat diwawancara, Melva sebenarnya tidak ingin dirinya digembar-gemborkan. Tapi ia berharap dengan adanya berita demikian, anak muda dan profesional muda di Indonesia dapat tergerak juga untuk ikut campur tangan membangun Indonesia untuk lebih baik.

Inilah yang namanya cinta negara. Semoga anak-anak muda Indonesia dapat belajar dari pengalaman Melva ini.