KPK Bantah Ada Kendala Usut Dugaan Korupsi Eddy Hiariej
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan tak ada kendala dalam mengusut dugaan korupsi yang menyeret nama eks Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej. Namun, ada perdebatan di internal KPK.
"Kalau berbeda pendapat, berbeda pandangan, cara pandang itu kan hal-hal biasa kan. Tetapi kan, kami tetap kolektif kolegial, sepanjang pendapat itu harus sesuai dengan ada dasar hukumnya, dan alasan hukumnya," ujar Johanis di Gedung ACLC KPK, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2024).
1. KPK hati-hati
KPK sampai saat ini belum kembali menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka. Johanis menilai, hal itu perlu dilakukan dengan hati-hati.
"Supaya jangan sampai ketika kita melangkah lagi, salah lagi. Itulah, ditolak lagi, diterima lagi praperadilan," ujar Tanak.
"Ini yang kemudian perlu ditata kembali, yang lebih baik sehingga nantinya ketika proses hukum dimulai lagi, kalau pun ada praperadilan, praperadilannya ditolak, itulah yang kita harapkan," imbuhnya.
Baca Juga: Sebut Kasus Eddy Hiariej Mandek, ICW Desak KPK Evaluasi Pejabatnya
2. KPK awalnya tetapkan empat tersangka
Editor’s picks
KPK dalam kasus ini awalnya telah menetapkan empat tersangka. Selain Helmut, awalnya KPK menetapkan eks Wakil Menteri Hukum dan HAM Eddy Hiariej, Asisten Pribadi Eddy Yogi Arie Rukmana, serta seorang yang disebut sebagai advokat bernama Yosi Andika Mulyadi.
Namun, Eddy Hiariej memenangkan gugatan praperadilan, sehingga status tersangkanya gugur. KPK sejauh ini baru menahan Helmut Hermawan.
Baca Juga: KPK Terbitkan Sprindik Baru Kasus yang Seret Eks Wamenkumham Eddy Hiariej
3. Eddy Hiariej diduga korupsi Rp8 miliar
Dalam konstruksi perkara yang disampaikan KPK saat penahanan Helmut Hermawan, Eddy Hiariej diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp8 miliar dari Helmut. Suap itu diterima melalui tangan Yosi dan Yogi dari Helmut dalam beberapa kali pemberian.
Helmut memberikan suap untuk Eddy, agar Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) itu membanatunya menyelesaikan sejumlah masalah hukum di Kementerian Hukum dan HAM serta Bareskrim Polri.
Uang korupsi yang diterima Eddy diduga dipakai untuk berbagai keperluan Eddy. Salah satunya untuk modal mencalonkan diri sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti).