Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)
Ilustrasi pelecehan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Intinya sih...

  • Grup "Fantasi Sedarah" menunjukkan ruang digital sebagai ladang predator seksual yang membahayakan anak dan perempuan.
  • UU TPKS diperberat hukumannya untuk pelaku kekerasan seksual dalam lingkup keluarga, yang kerap terjadi dalam relasi paling dekat dengan korban.
  • CATAHU Komnas Perempuan mencatat inses sebagai bentuk kekerasan seksual tertinggi di ranah personal, dengan jumlah kasus yang diyakini hanya merupakan puncak gunung es.

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengatakan grup "Fantasi Sedarah" dan sejenisnya menunjukkan ruang digital kini menjadi ladang predator seksual.

Grup ini berisi percakapan dan pengalaman para anggotanya tentang hal-hal menyimpang berbau sensual dan seksual terhadap anggota keluarga sendiri atau berkonotasi "inses." Keberadaan grup ini jadi membuka ruang keuntungan finansial dan memperluas jejaring yang membahayakan anak dan perempuan.

Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti mengatakan, hal ini sungguh mengkhawatirkan situasi bagi para korban yang belum terjangkau dan telah mengalami kekerasan seksual dari para predator tersebut. 

"Inses merupakan salah satu bentuk kekerasan seksual yang sangat membahayakan, karena terjadi dalam relasi paling dekat dengan korban," kata dia, Rabu (28/5/2025).

1. Rumah yang seharusnya aman tapi malah jadi tempat kekerasan

ilustrasi kekerasan (IDN Times/Aditya Pratama)

Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pelaku kekerasan seksual dalam lingkup keluarga hukumannya diperberat dengan satu pertiga pidana tambahan.

"Ketika rumah, yang seharusnya menjadi ruang aman dan penuh perlindungan, justru digunakan oleh pelaku menjadi tempat berlangsungnya kekerasan, maka yang hancur bukan hanya tubuh korban, tetapi juga rasa aman, kepercayaan, dan kemanusiaannya," ujarnya.

2. Inses bentuk kekerasan seksual tertinggi di ranah personal

ilustrasi kekerasan seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan mencatat inses adalah bentuk kekerasan seksual tertinggi di ranah personal. Sejak 2019 hingga 2024, Komnas Perempuan mencatat 1.765 kasus inses. Jumlah tertinggi terjadi pada tahun 2019, yakni sebanyak 1.071 kasus, disusul 822 kasus pada tahun 2020.

Meskipun pada tahun-tahun berikutnya angka kasus menurun menjadi 15 kasus pada 2021, yang diduga akibat hambatan pelaporan selama pandemi, jumlah laporan kembali meningkat menjadi 433 kasus pada 2022, dan 213 kasus pada 2023. 

"Angka ini diyakini hanya merupakan puncak gunung es. Hal ini disebabkan oleh berbagai hambatan yang khas dialami korban inses, seperti kurangnya dukungan dari keluarga serta ketiadaan ekosistem yang mendorong korban untuk mendapatkan perlindungan atau meninggalkan rumah," katanya.

3. Kemkomdigi diminta bangun sistem pengawasan dan blokir otomatis

ilustrasi blokir (pixabay.com/arthur_bowers)

Komnas Perempuan mengungkapkan, dalam konteks ini tidak menutup kemungkinan jumlah korban sebenarnya jauh lebih banyak, mengingat besarnya jumlah anggota dalam grup tersebut.  

Maka guna memastikan anak dan perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual dalam keluarga dan dunia digital mendapatkan penanganan, perlindungan dan pemulihan Komnas Perempuan mengungkapan sejumlah hal.

Pihaknya mengapresasi langkah polisi yang sudah menangkap para dalang di belakang grup ini, serta Kemkomdigi yang menutup grup-grup tersebut. Namun, menurut Komnas Perempuan aparat harus gunakan UU TPKS untuk pastikan penanganan, perlindungan hingga pemenuhan hak korban.

Kemkomdigi juga diminta untuk bangun sistem pengawasan dengan memblokir otomatis konten serupa. Serta pemerintah pusat dan daerah berupaya untuk cegah tindakan serupa dengan cepat dan terpadu. Komans Perempuan juga dorong platform global perkuat deteksi kekerasan seksual, sediakan pelaporan ramah korban, dan kolaborasi ciptakan ruang digital aman.

Editorial Team