Massa buruh berkumpul di pintu Monas, Jalan Merdeka Selatan, Rabu (8/12/2021). (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Isu lain yang akan disurakan ialah penolakan terhadap RUU Kesehatan. Dalam hal ini, buruh menyoroti revisi beberapa pasal di UU BPJS. Antara lain tentang Dewan Pengawas dari unsur buruh dikurangi menjadi satu.
“Yang membayar BPJS itu buruh. Kok wakil kami dikurangi? Kok malah unsur buruh dan pengusaha yang dikurangi? Harusnya yang dikurangi itu gaji DPR,” ujar Said Iqbal.
Kemudian, Said Iqbal juga menyoroti kewenangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang semula di bawah Presiden menjadi di bawah Menteri Kesehatan. Menurut dia, pengelola jaminan sosial di seluruh dunia mayoritas di bawah Presiden, bukan kementerian.
BPJS menurutnya adalah lembaga yang mengumpulkan uang dari rakyat dengan jumlah yang terus membesar sehingga harus ada di bawah Presiden.
Partai Buruh juga memberikan dukungan terhadap organisasi tenaga kesehatan seperti Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Menurutnya, surat izin praktik dokter tidak boleh dikeluarkan sembarangan, karena pelayanan kesehatan mempertaruhkan hidup dan mati pasien.
“Secara bersamaan dengan penolakan terhadap RUU Kesehatan, Partai Buruh mendesak RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan. Hal ini sebagaimana yang diminta Presiden,” ujar Said Iqbal.
Dia lantas mengkritik, RUU tentang kepentingan bisnis yang terkesan cepat sekali disahkan. Hal tersebut berbanding terbalik dengan RUU PPRT yang bersifat perlindungan tetapi tak kunjung disahkan.
“Jangan-jangan ada kepentingan industri farmasi, rumah sakit swasta besar, dan membuka ruang komersialisasi kesehatan dalam RUU Kesehatan sehingga pembahasannya terkesan cepat. Sedangkan yang bersifat perlindungan, seperti halnya RUU PPRT yang sudah 19 tahun, tak kunjung disahkan," imbuh dia.