MUI Serukan Boikot Produk Prancis Sampai Presiden Macron Minta Maaf
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyerukan agar umat Muslim di Indonesia dan dunia, memboikot produk Prancis hingga Presiden Emmanuel Macron meminta maaf kepada umat Islam di dunia.
MUI juga mendesak pemerintah Indonesia memberikan peringatan keras kepada pemerintah Prancis. Hal itu tertera dalam surat MUI Nomor Kep-1823/DP-MUI/X/2020.
"Serta mengambil kebijakan untuk menarik sementara waktu Duta Besar Republik Indonesia di Paris hingga Presiden Emmanuel Macron mencabut ucapannya, dan meminta maaf kepada umat Islam se dunia," kata Wakil Ketua Umum Muhyiddin Junaidi dalam surat tersebut yang dikutip, Sabtu (31/10/2020).
Baca Juga: Presiden Macron Hina Islam, Kedubes Prancis Bakal Didemo 2 November
1. MUI meminta para pendakwah untuk berkhotbah mengecam penghinaan terhadap Nabi
Selain itu, MUI juga mengimbau semua khatib, da'i, ustaz agar menyampaikan pesan materi khotbah Jumat untuk mengecam dan menolak penghinaan terhadap Nabi Muhammad SAW.
Kendati demikian, "MUI mengimbau kepada umat Islam Indonesia agar kiranya dalam menyampaikan aspirasi hendaknya dilakukan secara damai dan beradab," ujar Muhyiddin.
2. Desak Mahkamah Uni Eropa berikan hukuman bagi Prancis
MUI juga mendesak Mahkamah Uni Eropa untuk segera mengambil tindakan dan menghukum Prancis atas tindakan dan sikap Presiden Emmanuel Macron, yang telah menghina dan melecehkan Nabi Muhammad SAW.
3. MUI dukung negara dan organisasi yang telah lebih dulu boikot produk Prancis
Muhyiddin juga mengatakan bahwa MUI mendukung sikap Organisasi Konferensi Islam (OKI) dan anggotanya seperti Turki, Qatar, Kuwait, Pakistan, dan Bangladesh yang telah memboikot produk Prancis.
"Menghentikan segala tindakan penghinaan dan pelecehan terhadap Nabi Besar Muhammad SAW, termasuk pembuatan karikatur dan ucapan kebencian dengan alasan apa pun juga," katanya.
Baca Juga: Selain Teror, Prancis Dihantui Lonjakan Gelombang Kedua Kasus COVID-19