Sepakati MLA dengan Swiss, Ini Keuntungan bagi Indonesia
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) RI, Yasonna Hamonangan Laoly, menandatangani Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik dalam Masalah Pidana/Mutual Legal Assistance (MLA) antara Republik Indonesia dengan Konfederasi Swiss di Bernerhof Bern, Senin (4/2) waktu setempat.
Yasonna mengatakan penanandatanganan MLA ini sejalan dengan program Nawacita dan arahan Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan, di antaranya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia tahun 2018
"Presiden menekankan pentingnya perjanjian ini sebagai platform kerja sama hukum, khususnya dalam upaya pemerintah melakukan pemberantasan korupsi dan pengembalian aset hasil tindak pidana korupsi,” kata Yasonna dalam keterangan tertulisnya.
Apa saja yang tercakup dalam perjanjian MLA tersebut?
1. Bantuan hukum dengan lingkup yang luas
Perjanjian ini terdiri dari 39 pasal, yang antara lain mengatur bantuan hukum mengenai pelacakan, pembekuan, penyitaan, hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan yang luas ini, merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
2. Memerangi kejahatan bidang perpajakan
Sejalan dengan itu, Perjanjian MLA ini dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang perpajakan (tax fraud). Ini sebagai upaya pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan dan tidak melalukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
Baca Juga: Mengaku Bersalah di Penggelapan Pajak, Ronaldo Divonis 2 Tahun Penjara
Editor’s picks
3. Prinsip retroaktif untuk tindak pidana yang sudah dilakukan sebelumnya
Atas usulan Indonesia, perjanjian yang ditandatangani tersebut menganut prinsip retroaktif. Prinsip tersebut memungkinkan untuk menjangkau tindak pidana yang dilakukan sebelum berlakunya perjanjian, sepanjang putusan pengadilannya belum dilaksanakan. Hal ini sangat penting guna menjangkau kejahatan masa lampau.
4. Berharap dapat segera dimanfaatkan DPR
Perjanjian MLA RI - Swiss terwujud melalui dua kali putaran. Pertama dilakukan di Bali pada 2015 dan kedua pada 2017 di Bern, Swiss untuk menyelesaikan pembahasan pasal-pasal yang belum disepakati di perundingan pertama. Kedua perundingan tersebut dipimpin oleh Direktur Otoritas Pusat dan Hukum Internasional, Cahyo Rahadian Muzhar yang kini menjabat sebagai Dirjen AHU.
“Pascapenandatanganan perjanjian ini, kami berharap dukungan penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat nantinya, segera meratifikasi agar perjanjian ini dapat langsung dimanfaatkan oleh para penegak hukum, dan instansi terkait lainnya,” kata Yasonna.
5. Perjanjian ke-10 Indonesia dengan negara lain
Perjanjian MLA RI-Swiss ini merupakan perjanjian MLA yang ke-10 yang telah ditandatangani oleh Pemerintah RI. Sebelumnya Indonesia telah menyepakati MLA denganAsean, Australia, Hong Kong, RRC, Korsel, India, Vietnam, UEA, dan Iran. Sedangkan bagi Swiss ini ialah adalah perjanjian MLA yang ke 14 dengan negara non-Eropa.
Bagi kedua belah pihak, perjanjian MLA ini dinilai sebagai capaian kerja sama bantuan timbal balik pidana yang luar biasa, "Dan bagi Indonesia ini menjadi sejarah keberhasilan diplomasi yang sangat penting, mengingat Swiss merupakan financial center terbesar di Eropa."
Baca Juga: Depresi Tak Punya Uang, Pria Swiss di Denpasar Emosi ke Staf Konsulat