Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
HIZBUT TAHRIR. Massa Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi jalan keliling kota sambil membawa bendera, spanduk dan poster di Banda Aceh, Aceh, Jumat, 15 April 2017. Foto oleh Irwansyah Putra/ANTARA
HIZBUT TAHRIR. Massa Hizbut Tahrir Indonesia melakukan aksi jalan keliling kota sambil membawa bendera, spanduk dan poster di Banda Aceh, Aceh, Jumat, 15 April 2017. Foto oleh Irwansyah Putra/ANTARA

JAKARTA, Indonesia—Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang meminta agar keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (KemenkumHAM) mencabut badan hukum HTI dibatalkan. Dengan demikian, HTI masih tetap dinyatakan sebagai organisasi masyarakat (ormas) terlarang yang bertentangan dengan Pancasila. 

Namun demikian, HTI menolak kalah. Kuasa hukum HTI Yuzril Ihza Mahendra menegaskan pihaknya bakal mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi TUN dan bahkan hingga tingkat kasasi. Juru bicara HTI Ismail Yusanto pun menegaskan HTI bakal tetap berdakwah meskipun tanpa badan hukum. 

Parpol-parpol di Senayan pun bereaksi. Sejumlah partai politik menyatakan dukungan terhadap langkah HTI mengajukan banding. Lainnya siap menampung simpatisan dan kader HTI. Situasi ini mengindikasikan bahwa pertarungan antara HTI dan pemerintah masih akan berlanjut. 

Argumentasi hakim

HTI dibubarkan pemerintah lewat Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakan (Perppu Ormas) pada 19 Juli 2017 lalu. Keputusan pemerintah ini diperkuat PTUN Jakarta. Lewat putusan yang dibacakan di ruang sidang PTUN Jakarta, Senin, 7 Mei 2018, majelis hakim berargumentasi tidak ada cacat yuridis dalam pembuatan Perppu Ormas meskipun pembubaran HTI tidak melalui pengadilan.  

"Maksud pemerintah itu untuk menyederhanakan sanksi pada ormas. Agar sanksinya efektif. Yaitu bagi ormas yang bertentangan dengan Pancasila karena itu adalah perbuatan yang sangat tercela dalam pandangan moralitas masyarakat Indonesia," ujar Ronny Erry Saputro, salah satu anggota majelis hakim. 

Default Image IDN

 

Dari bukti-bukti yang dihadirkan di persidangan, Ronny mengatakan, majelis hakim berkesimpulan bahwa HTI berkeinginan mengubah Indonesia menjadi khilafah. Salah satu buktinya ialah rekaman video ikrar ribuan mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Maret 2016. Dalam video tersebut, mahasiswa kader dan simpatisan HTI itu mengucapkan sumpah ‘meyakini paham sekuler sebagai sumber penderitaan rakyat.’

"HTI sudah salah sejak lahir. Mereka adalah partai politik internasional, tetapi berbaju salah, didaftarkan sebagai organisasi kemasyarakatan. Sehingga ketika status badan hukumnya sudah dicabut, tidak bisa lagi dikembalikan status keormasannya," cetus Ronny.

HTI melawan

Putusan hakim langsung ditolak HTI. Dalam keterangan pers yang diterima Rappler, kuasa hukum HTI Yusril Ihza Mahendra menegaskan, putusan hakim PTUN tidak objektif. Dalam persidangan, menurut Yuzril, pemerintah menghadirkan 9 saksi ahli yang berafiliasi dengan pemerintah dan ahli independen yang dihadirkan HTI tidak didengar hakim. 

Hal lain yang dipersoalkan Yuzril ialah terkait bukti-bukti yang dihadirkan pemerintah. Menurut Yusril, bukti-bukti yang dikumpulkan pemerintah merupakan aktivitas HTI sebelum Perppu Ormas yang baru diterbitkan. Dengan begitu, bukti-bukti tersebut tidak valid dalam membuktikan pelanggaran HTI. 

“Pemerintah harus membuktikan pelanggaran HTI selama sembilan hari (setelah Perppu diterbitkan). Bukan menggunakan bukti-bukti sebelum berlakunya Perppu karena tidak berlaku surut. Pemerintah gagal membuktikannya dalam persidangan,” ujar Yuzril.

Lebih jauh, Yuzril mengatakan, HTI bisa tetap beroperasi meskipun badan hukumnya dicabut. “Ormas itu ada yang berbadan hukum dan tidak berbadan hukum. Kalau dicabut badan hukumnya, ya bisa saja tetap beroperasi. Ormas tidak berbadan hukum tidak bisa dilarang juga,” jelasnya. 

Default Image IDN

 

Juru bicara HTI Ismail Yusanto menegaskan, putusan PTUN tidak adil dan HTI bakal menempuh jalur hukum lanjutan, baik banding di PTTUN maupun di MA. “Karena keputusan pemerintah mencabut badan hukum HTI tanpa dasar,” tegasnya usai persidangan. 

Senada, Ketua Dewan Pimpinan Pusat HTI Rokhmat S Labib menegaskan, HTI bakal tetap menggelar kegiatan dakwah seperti biasa. "Dakwah adalah sebuah kewajiban tiap muslim, dakwah tak boleh berhenti dan dihentikan. Toh yang menyuruh (pelarangan ormas) cuma manusia, apalagi Presiden,” ujarnya. 

Jadi rebutan parpol

Ajaran Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia pada 1983. Ajaran itu diperkenalkan oleh seorang mubalig sekaligus aktivis Hizbut Tahrir Australia bernama Abdurrahman al-Baghdadi. Pada mulanya,  Abdurrahman mengajarkan ajaran khilafah ke beberapa kampus yang ada di Indonesia.  Meskipun tidak merinci anggotanya,  juru bicara HTI Ismail Yusanto mengklaim HTI kini memiliki massa hingga jutaan.

Jumlah massa yang besar itu mau tak mau membuat HTI dilirik parpol. Pascaputusan PTUN, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar menyatakan partainya siap menerima eks anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) untuk bergabung dan menyuarakan hak politiknya. Syaratnya, kader HTI harus menerima demokrasi dan NKRI sebagai harga mati. 

Hal serupa juga pernah diungkapkan Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro PKS Hidayat Nur Wahid, Agustus 2017 silam. Menurut Hidayat, PKS mau memberikan ruang bagi eks anggota HTI jika mereka menanggalkan khilafah dan menerima NKRI sebagai keniscayaan. 

Faktanya, sebagian kader HTI dipastikan bakal bergabung dengan Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin Yuzril Ihza Mahendra. Ismail Yusanto pun mengonfirmasi bahwa HTI bakal mendukung PBB dalam Pemilu 2019. 

Kata mereka soal putusan PTUN

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menyambut baik putusan PTUN yang menolak gugatan HTI. Menurut Wiranto, jika HTI menang dalam gugatannya, ormas anti-Pancasila bakal tumbuh subur dan NKRI bakal terancam bubar. 

"Kalau sampai gugatan itu diterima, pasti akan banyak lagi bermunculan ormas-ormas yang nyata-nyata tidak setuju dengan nasionalisme, demokrasi, Pancasila, dan NKRI. Indonesia akan luluh lantak karena membiarkan munculnya persemaian bibit-bibit perpecahan dalam kehidupan bangsanya," kata Wiranto dalam keterangan tertulis yang diterima Rappler,  Selasa 8 Mei 2018.

Senada, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil mengatakan, putusan PTUN sudah tepat dan mempersilakan HTI banding jika merasa tidak puas. Jika masih bersikeras mengajarkan khilafah, Said Aqil menyarankan agar HTI hengkang dari Indonesia. 

“Ya, silahkan (pra peradilan) saja kalau tidak punya malu. Silahkan (organisasi) anti Pancasila, silahkan, tapi jangan di Indonesia, tinggalnya di Afganistan," kata dia seperti dikutip Kompas.com 

Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) mengatakan, semua pihak harus menghargai keputusan HTI untuk banding. Menurut dia, polemik keberadaan HTI membutuhkan debat publik yang lebih komprehensif dan luas, tak sekadar bicara soal putusan PTUN. 

"Jangan melihat menang-kalah di pengadilan. Biarkan isu ini berjalan sampai menemukan titik akhirnya dan warga dapat belajar banyak tentang organisasi ini," jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

—Rappler.com

Editorial Team