Ilustrasi gedung KPK. (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)
Kurnia menuturkan, penyidik atau Kejagung sendiri diduga tidak berkoordinasi dengan KPK pada saat proses pelimpahan perkara ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Berdasarkan Pasal 6 huruf D juncto Pasal 10 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019, KPK berwenang melakukan supervisi terhadap penanganan tindak pidana korupsi pada lembaga penegak hukum lain.
Pada 4 September 2020, KPK resmi menerbitkan surat perintah supervisi terkait kasus Pinangki. Bahkan, gelar perkara dilaksanakan di Kejagung dan KPK.
"Pertanyaan lebih lanjut, pasca gelar perkara tersebut, ketika ada niat untuk melimpahkan perkara atau istilah Kejaksaannya P21 ke Pengadilan Tipikor, apakah pernah ada koordinasi dengan KPK?" tutur Kurnia.
"Bahkan, ICW sudah menyuarakan bahwa perkara ini lebih baik ditangani oleh KPK, tetapi sudah terlambat. Karena, perkara sudah masuk di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi," sambungnya.
Dalam laporannya, ketiga jaksa penyidik itu diduga melanggar Pasal 5 huruf A Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Tahun 2012, tentang Kode Perilaku Jaksa.
"Kalau memang ditemukan adanya pelanggaran kode etik, maka kami mendesak agar Komisi Kejaksaan segera mengambil tindakan untuk merekomendasikan kepada Kejaksaan Agung, agar terlapor dijatuhi hukuman sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan Indonesia," ujar Kurnia.