Vaksin Nusantara semakin menuai polemik pascasejumlah tokoh politik dan pejabat dari DPR RI beramai-ramai menjadi relawan uji klinis tahap II di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu, 15 April.
Dalam tahap ini, relawan vaksin akan diambil sampel darahnya dan diolah selama 7 hari untuk kemudian disuntikkan kembali ke dalam tubuh. Padahal vaksin ini belum mendapat restu Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk dilanjutkan.
Penyebabnya, ada beberapa syarat yang belum terpenuhi dalam pengembangan vaksin yaitu cara uji klinik yang baik (good clinical practical), proof of concept, praktik laboratorium (good laboratory practice) dan cara pembuatan obat yang baik (good manufacturing practice).
Tak hanya itu, permasalahan berikutnya adalah antigen Vaksin Nusantara bukan berasal dari virus Indonesia melainkan Amerika yang tak diketahui bagaimana sequence genoric dan strain virusnya.
Karena dinilai belum memenuhi syarat, Kepala BPOM Penny K Lukita memastikan tidak akan memberi izin untuk melanjutkan uji klinis fase kedua Vaksin Nusantara.
Penny menegaskan, semua pengujian vaksin termasuk Vaksin Nusantara harus sesuai dengan aturan yang berlaku, baik secara internasional maupun nasional. Untuk Vaksin Nusantara, pengujian prakiliniknya pun harus sesuai.
"Praklinik ini penting untuk perlindungan dari subyek manusia. Untuk menghindari sesuatu yang tidak diinginkan ketika uji coba," ujar Penny dalam konferensi pers di Kantor Bio Farma, Jumat (16/4/2021).
Penny menjelaskan, praklinik dalam uji vaksin harus mengutamakan dari sisi keamanan. Kemudian dari skala laboratorium juga harus dipastikan vaksin diuji coba dengan baik.
"Ada koreksi dalam uji klinik, makanya ada praklinik. Kalau tidak diikuti prosesnya ini tidak akan mendapatkan vaksin yang bermutu dan berkualitas," ujar Penny.
Menurutnya, bila ingin pembuatan vaksin segera selesai tapi tidak menunjukkan sisi keamanan dalam uji coba, maka hal tersebut salah. Sebab, sebuah penelitian memang membutuhkan waktu lama dan berjenjang.