(Idrus Marham di Gedung KPK) ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Penyidik KPK berhasil menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Idrus mendorong pengusaha Johannes Kotjo agar memberi uang suap ke Eni Maulani Saragih agar proyek PLTU Riau-1 berjalan dengan mulus. Johannes diketahui merupakan pemilik saham perusahaan Blackgold Natural Resources Limited, salah satu perusahaan yang masuk ke dalam konsorsium untuk menggarap proyek itu.
Perusahaan lain yang ikut ke dalam konsorsium adalah PT Pembangkit Jawa-Bali, PT PLN Batu Bara, dan China Huadian Engineering Co. Ltd. Konsorsium itu akan mengembangkan dan mengoperasikan PLTU di mulut tambang dengan kapasitas 2X300 MW.
Johannes akhirnya memberikan uang suap ke Eni sebesar Rp4,8 miliar yang merupakan fee 2,5 persen dari nilai kontrak proyek pembangkit listrik 35 ribu MW itu. Uang diserahkan secara bertahap. Pertama, pada Desember 2017 senilai Rp 2 miliar. Kedua, pada Maret 2018 senilai Rp2 miliar, dan ketiga pada 8 Juni sebesar Rp 300 juta.
Sementara untuk Idrus, dijanjikan akan mendapat jatah US$1,5 juta atau setara Rp21,5 miliar (dengan kurs saat ini). Tapi, uang tersebut belum diterima oleh Idrus.
"Jadi, ini baru dalam bentuk janji kalau nanti JBK (Johannes Kotjo) dkk sudah mengerjakan proyek tersebut. Ini dalam bentuk janji," kata Wakil Ketua KPK, Basaria Panjaitan ketika memberikan keterangan pers.
KPK juga mengaku tidak terlalu ambil pusing apakah janji itu disampaikan ke Idrus ketika ia masih menempati posisi sebagai Sekretaris Jenderal Partai Golkar atau sudah menjadi Mensos.
"Kami tidak mempermasalahkan (soal posisi IMS) karena dia memang turut membantu dan tidak berdiri sendiri," kata Basaria lagi.