Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Sejak Era Reformasi 

Bivitri adalah salah satu pendiri PSHK dan Jentara

Jakarta, IDN Times - Nama pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, masuk sebagai salah satu panelis debat capres 2019 yang akan dihelat di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (17/1) besok. Ia akan menjadi panelis bersama lima orang lainnya dalam debat perdana tersebut.

Sepekan yang lalu, Bivitri dan panelis lain telah menuntaskan penyusunan pertanyaan terbuka yang akan diberikan kepada kedua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Semua drafnya juga sudah diserahkan kepada tim paslon masing-masing.

Lalu siapakah sebenarnya sosok Bivitri ini, sehingga dipercaya oleh Komisi Pemilihan Umum sebagai panelis debat capres 2019. Berikut profilnya:

1. Berkecimpung di bidang hukum tata negara sejak reformasi

Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Sejak Era Reformasi instagram/jenteralawschool

Bivitria berkecimpung di bidang hukum sejak era reformasi. Fokusnya yakni hukum tata negara, perancangan peraturan perundang-undangan, antikorupsi, dan peradilan.

Perempuan yang kerap disapa Bibip ini juga banyak mengemukakan pendapatnya melalui jurnal-jurnal nasional dan internasional, seperti jurnal berjudul "Menguatkan Dewan Perwakilan Daerah' yang terbit 2010, dan 'Memilih, Memilah, dan Menyempurnakan Komisi Independen Dalam Konstitusi' yang terbit 2009 lalu.

Ia juga sering terlibat dalam berbagai konferensi. Selain itu, Bibip juga dikenal kerap melakukan advokasi kebijakan. Tak heran jika ia mendapat kepercayaan menjadi Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) selama 2003-2007.

Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Staf Khusus Tim Pembaruan Kejaksaan (2005-2007), Staf Ahli Majelis Permusyawaratan Rakyat (2007), Staf Ahli Dewan Perwakilan Daerah (2007-2009), dan selalu dijadikan rujukan sebagai ahli dalam sidang-sidang Mahkamah Konstitusi.

2. Bibip salah satu pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan Jentara

Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Sejak Era Reformasi Instagram/@ jenteralawschool

Perempuan 44 tahun ini merupakan ahli hukum tata negara yang memperoleh gelar sarjana hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada 1999. Ia sempat bercita-cita jadi pengacara sukses saat masih mengenyam bangku kuliah. Hanya, arah keinginannya berubah seketika saat menjelang akhir kekuasaan Presiden Soeharto.

Ia meninggalkan kesempatannya untuk bergabung di firma hukum ternama, dan lebih memilih mendirikan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) bersama beberapa seniornya, yang sudah berprofesi sebagai pengacara profesional. Dia mendirikan PSHK kurang lebih 20 tahun lalu, tepatnya 1 Juli 1998.

Selain melakukan berbagai penelitian bersama PSHK, Bibip dan koleganya juga ingin memperbaiki pendidikan hukum di Tanah Air, yang beberapa kali melakukan penyimpangan. Atas kegelisahannya itu, ia pun mendirikan sekolah hukum bernama Jentera.

Mendirikan sekolah hukum tujuannya untuk memberikan harapan. Ia berharap Jentera bisa jadi roda penggerak perubahan hukum. Tak pelak, kurikulum Jentera menitik beratkan pada pemahaman terhadap hukum-hukum dasar, baik pidana maupun perdata.

3. Kuliah Bibip sempat terhambat saat mengejar gelar doktor di University of Washington

Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Sejak Era Reformasi Instagram/@ jenteralawschool

Merasa perlu menambah ilmu di bidang hukum pascamemperoleh gelar sarjana di UI pada 2009, Bibip melanjutkan sekolahnya di magister hukum Warwick University, Inggris sampai 2002. Ia mendapatkan dukungan beasiswa dari Pemerintah Inggris melalui The British Chevening Awards Scholarship.

Setelah itu, Bibip kembali melanjutkan pendidikannya dan berhasil meraih gelar doktor dari University of Washington di Seattle, Amerika Serikat. Akan tetapi, ia sempat mengalami kesulitan sehingga menyelesaikan kuliah lebih lama. Sebab, saat sembilan tahun lalu, dana beasiswanya dihentikan karena krisis ekonomi melanda Negeri Paman Sam.

Malahan, Bibip sempat ikut suaminya yang berpaspor Jerman, Frank Fuelner, ke Hanoi, Vietnam, untuk menjalankan tugas dan Bibip pun terpaksa berhenti kuliah sementara waktu. Ia baru kembali ke AS setelah menjalani hidup tiga tahun di Vietnam dan menyelesaikan disertasinya yang tertunda, setelah memperoleh beasiswa untuk riset di Harvard Kennedy School selama satu tahun.

4. Kagum pada ayahnya dan profesor Daniel S. Lev

Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Sejak Era Reformasi Instagram/@jenteralawschool

Memiliki segudang prestasi, Bibip ternyata mengidolakan ayahnya. Alasannya, dia diajari tentang pentingnya kejujuran serta tanggungjawab dalam hidup. Bahkan, kini nilai-nilai itu diterapkan di Jentera dengan mengikuti cara ayahnya menanamkan nilai-nilai yang sama terhadapnya.

Selain mengidolakan sosok ayah, ia juga mengagumi seorang profesor ilmu politik Amerika yang menyumbang banyak pemikiran politik dan sejarah hukum tentang Indonesia, yakni Daniel S. Lev. Ia adalah guru sekaligus sahabat Bibip, dikenalnya di Seattle, Amerika Serikat.

5. Panelis tak akan menanyakan kasus individu dalam debat

Bivitri Susanti, Ahli Hukum Tata Negara Sejak Era Reformasi Instagram/@jenteralawschool

Memegang prinsip ayahnya dalam hal tanggungjawab, Bibip mengklaim sudah memberikan masukan mengenai pertanyaan yang sifatnya netral. Ia memastikan tak ada satupun pertanyaan dalam debat nanti yang sifatnya memojokan lewat kasus personal.

"Soal yang kami buat tak menanyakan kasus individual. Jika ada anggapan yang dikemukakan salah satu paslon untuk menyudutkan paslon lain, dengan menyerang kasus personal lawannya, biarkan publik nanti yang menilai," katanya baru-baru ini.

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya