Jakarta, IDN Times - Wakil Direktur Imparsial, Hussein Ahmad, menilai upaya pemerintah dan parlemen melakukan revisi terhadap Undang-Undang TNI (RUU TNI) hanya sebagai dalih, agar segelintir elite di institusi militer bisa kembali berbisnis. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto juga datang dari latar belakang militer dan masih mengenal baik sejumlah elite di TNI.
"Menurut saya ini hanya dalih, dalih apa? Dalih dari keinginan segelintir orang di elite TNI untuk kembali seperti masa Orde Baru, di mana TNI bisa berbisnis. Mumpung presidennya sekarang (dari latar) militer, temannya dia. Makanya, dia ingin revisi UU TNI," ujar Hussein di kantor YLBHI, Jakarta Pusat, Kamis (6/3/2025).
Larangan berbisnis bagi prajurit TNI tertulis dalam Pasal 39 huruf C. Dalam larangan itu juga dapat dimaknai prajurit TNI tak boleh mendirikan perusahaan terbuka, baik di dalam atau di luar jam kerja.
Menurut Hussein, alasan yang disampaikan TNI untuk bisa membenarkan para prajuritnya berbisnis tidak masuk akal. Salah satunya, lantaran selama ini sehari-hari prajurit di level bawah terpaksa harus mengerjakan pekerjaan tambahan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sejumlah pekerjaan sampingan dilakukan mulai dari menjadi driver ojek daring, berjualan kelontong, hingga sayur.
"Kalau prajurit di lapangan sampai harus ngojek, jual sayur, berarti ada masalah soal kesejahteraan. Siapa yang bertanggung jawab soal kesejahteraan prajurit? Ya Panglima TNI," katanya.
"Kalau logikanya dibalik, bila prajurit saya tidak sejahtera bukan malah didorong berbisnis, tapi saya penuhi kesejahteraannya, supaya mereka bisa fokus sebagai alat pertahanan negara," imbuh Hussein.