Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

TNI-Polri Diminta Setop Pakai Kata Oknum Bila Anggota Berbuat Pidana

Ilustrasi penembakan. (IDN Times/Aditya Pratama)
Intinya sih...
  • 55 kasus pembunuhan di luar hukum terjadi sepanjang 2024, mayoritas dilakukan oleh aparat kepolisian dan militer.
  • Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid, menuntut pelaku penembakan bos rental mobil diadili di peradilan umum.
  • Komandan Pusat Polisi Militer TNI AL menyatakan tiga anggota TNI AL yang menembak sudah menjadi tersangka dan ditahan.

Jakarta, IDN Times - Aksi penembakan yang dilakukan oleh aparat terhadap warga kembali terjadi di awal 2025. Peristiwa tersebut terjadi pada 2 Januari ketika IA (48), pemilik rental mobil, dan RAB (60), ditembak oleh anggota TNI Angkatan Laut (AL). IA tewas usai ditembak di bagian dada oleh anggota TNI AL tersebut. 

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid mengatakan, perbuatan anggota TNI AL tersebut jelas melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Sayangnya, kata Usman, aparat kerap menggunakan senjata api secara tidak sah dan terus berulang. Seakan-akan tidak ada upaya perbaikan dari pimpinan dan lembaga-lembaga terkait seperti TNI dan Polri. 

"Pembunuhan di luar hukum jelas melanggar hak hidup. Lingkaran impunitas ini harus segera dihentikan agar ke depannya tidak ada lagi korban yang jatuh akibat penyalahgunaan wewenang aparat," ujar Usman di dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (8/1/2025). 

Ia menambahkan, peristiwa penembakan yang sudah terjadi di awal 2025 menambah deretan aksi serupa sepanjang 2024. Berdasarkan data yang dicatat oleh AII, sepanjang 2024, ada 55 kasus pembunuhan di luar hukum. Jumlah korbannya mencapai 55 orang. 

"Pelaku mayoritas berasal dari aparat kepolisian maupun militer. Sebanyak 10 pelaku berasal dari unsur TNI, 29 dari kepolisian, dan tiga berasal dari pasukan gabungan TNI-Polri," tutur dia. 

1. Amnesty minta pelaku penembakan bos rental diadili di peradilan umum

Direktur eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid. (IDN Times/Margith Damanik)

Lebih lanjut, pelaku penembakan terhadap bos rental mobil (IA) harus diadili di peradilan umum dan bukan peradilan militer. Sebab, proses peradilan militer cenderung tertutup dan tidak transparan. 

"Oleh karena itu, kami mendesak pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segera melakukan reformasi sistem peradilan militer dengan merevisi Undang-Undang Peradilan Militer Nomor 31 Tahun 1997. Revisi ini harus memastikan bahwa pelanggaran hukum pidana umum yang dilakukan oleh personel militer dapat diproses melalui peradilan umum sesuai amanat UU TNI Nomor 34 Tahun 2004," kata Usman. 

Ia menambahkan, hanya dengan langkah tersebut keadilan yang sesungguhnya bagi korban bisa terwujud. Pada akhirnya dapat mengakhiri impunitas yang telah berlarut-larut. 

2. Amnesty minta aparat setop pakai istilah oknum bila anggota berbuat pidana

Ilustrasi prajurit TNI Angkatan Darat (AD). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

Di dalam keterangan tertulisnya, Amnesty juga meminta kepada institusi TNI dan Polri tidak menggunakan istilah 'oknum' bila ada anggotanya yang terlibat dalam kasus-kasus pidana atau pelanggaran HAM. Istilah tersebut digunakan cenderung untuk menghindari tanggung jawab institusi ketika ada anggotanya yang tidak menjalankan SOP dengan baik. 

"Institusi memiliki tanggung jawab terhadap segala tindakan yang dilakukan oleh anggotanya di lapangan, terlebih jika mereka menggunakan senjata api untuk melakukan tindak pidana pembunuhan atau pelanggaran HAM lainnya," kata Usman. 

Ia juga menyoroti kelalaian Polri dalam mencegah terjadinya penembakan pada 2 Januari 2025 di KM 45 Tol Jakarta-Merak. Sebab, kelalaian itu berujung pada kematian seorang warga sipil. 

"Jadi, kelalaian itu harus dipertanggung jawabkan secara pidana dan tidak hanya berhenti di ranah etik saja," tutur dia. 

3. Tiga prajurit TNI AL sudah ditetapkan sebagai tersangka

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, Komandan Pusat Polisi Militer TNI AL (Danpuspomal) Laksamana Muda TNI Samista mengatakan, ketiga anggota TNI Angkatan Laut (AL) yang diamankan dalam kasus penembakan bos rental mobil sudah berstatus tersangka. Ketiganya sudah resmi ditahan. 

"Jadi, mereka sudah resmi menjadi tersangka. Kami sedang melakukan rapat untuk terus mencari alat-alat bukti," ujar Samista kepada IDN Times melalui telepon, Selasa (7/1/2025). 

Salah satu benda yang dijadikan alat bukti adalah senjata yang digunakan salah satu tersangka untuk menembak bos rental mobil, IA dan RAB. RAB kini masih dirawat di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta Pusat. 

"Iya, tentu saja termasuk senjata juga kami jadikan alat bukti," tutur dia.

Sementara, mengenai senjata yang digunakan untuk menembak dua warga sipil diketahui merupakan milik anggota TNI AL, Sertu AA. Sertu AA juga sudah menjadi tersangka.

Panglima Koarmada RI Laksamana Madya TNI Denih Hendrata memastikan, senjata yang digunakan untuk menembak masuk ke dalam inventaris, karena Sertu AA merupakan Aide De Camp atau ajudan. "Senjata itu melekat kepada AA karena dia ADC. ADC ini maksudnya ajudan," ujar Denih ketika dikonfirmasi. 

Selain Sertu AA, ada pula Sertu RB dan KLK BA yang ditetapkan sebagai tersangka. Sertu AA dan Sertu RB diketahui berasal dari kesatuan pasukan elite Kopaska. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us