Akun Socmed Mahasiswa akan Didata, Ini Tanggapan PP Muhammadiyah

Pemerintah diimbau tetap hati-hati

Jakarta, IDN Times - Ketua PP Muhammadiyah Bidang Pustaka dan Informasi Dadang Kahmad menanggapi rencana Kemenristekdikti mendata akun sosial mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi. Hal itu dilakukan untuk memonitor dan mencegah benih-benih radikalisme.

1. Pemerintah diminta bersikap hati-hati

Akun Socmed Mahasiswa akan Didata, Ini Tanggapan PP Muhammadiyahpexels.com/ Pixabay

"Silakan, itu memang kewajiban mereka. Kayak BNPT, Densus 88, itu kan memang kewajibannya untuk menangkal radikalisme dan terorisme. Silakan selama itu dibenarkan oleh hukum yang belaku," ujar Dadang di Jakarta, Jumat (8/6).

Namun, kata Dadang, pemerintah juga harus hati-hati. Jangan sampai orang yang baru terindikasi lalu bisa jadi korban. Muhammadiyah pada dasarnya setuju jika hal itu diproses secara hukum.

"Apa pun putusan hakim nanti terserah, berdasarkan pada bukti dosa dan kesalahannya. Tapi kalau tiba-tiba orang yang baru dicurigai, ditangkap sudah jadi korban, bagi muhammadiyah, itu kan belum diproses hukum, baru terduga belum jadi tersangka," ujarnya.

2. Muhammadiyah menolak radikalisme

Akun Socmed Mahasiswa akan Didata, Ini Tanggapan PP MuhammadiyahRadikalisme

Sejak awal Muhammadiyah berdiri, lanjutnya, KH Ahmad Dahlan menekankan dan menolak keterlibatan dalam politik. KH Ahmad Dahlan pun menolak saat Agus Salim datang menawarkan Muhammadiyah untuk dijadikan sebagai organisasi politik. Muhammadiyah sejak awal sudah memberikan pengajaran tentang Islam yang moderat, tengahan, Islam yang berorientasi pada kemajuan duniawi.

Untuk menangkal radikalisme, Muhammadiyah sudah membuat program semua sekolah deradikalisasi, bahwa tidak diperkenankan anak itu, mahasiswa, kurikulumnya memuat benih-benih (radikalisme). Pelajaran Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIKA) disetting sedemikian rupa sehingga tidak akan melahirkan radikalisme.

3. 7 kampus terpapar paham radikalisme

Akun Socmed Mahasiswa akan Didata, Ini Tanggapan PP MuhammadiyahRadikalisme

Dadang pun mengomentari tujuh perguruan tinggi negeri tersusupi radikal yang dirilis oleh BNPT. Mereka diklaim dari fakultas-fakultas eksakta yang belajar agama tidak komprehensif.

"Itu juga menurut saya kalau ukurannya jelas dan ukurannya bisa diakui oleh beberapa pihak, silakan saja. Tetapi harus hati-hati penyebutan seperti itu. karena tradisi perguruan tinggi itu memang radikal, kita selalu ingin mempertanyakan, mendobrak kejumudan, itu memang tradisi akademik. Jangan sampai tradisi akademik disalahartikan sebagai sesuatu yang radikal," ujarnya.

Seperti diketahui, BNPT telah merilis tujuh perguruan tinggi yang disusupi paham radikal, yaitu Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Diponegoro (Undip), hingga Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Brawijaya (UB).

Topik:

  • Dwi Agustiar
  • Sugeng Wahyudi

Berita Terkini Lainnya