Dua Hari Terjebak, Transmigran Sorong Berharap Situasi Lekas Kondusif

Dewi menduga ini ulah oknum yang ingin merusak persaudaraan

Jakarta, IDN Times - Sudah dua hari Dewi (24) terkurung di dalam rumah. Di luar sana, suasana kian mencekam. Warung-warung kelontong habis dibakar massa. Teriakan-teriakan penuh amarah datang silih berganti. Dewi takut.

Baru sekali ini ia terjebak di tengah kerusuhan selama hidup di Sorong, Papua Barat. Ia tak menyangka, insiden di Surabaya bisa memantik amarah warga. Padahal, ia yakin tak semua orang benar-benar paham apa yang sebenarnya terjadi.

"Kemarin oknum perusuh itu sempat hampir masuk gang. Mereka lempar batu sampai depan rumah, untung dihadang sama orang pangkalan ojek di depan. Warung-warung habis dibakar," ujar Dewi dalam pesan singkat kepada IDN Times.

Kendati mencekam, Dewi bersyukur karena banyak bantuan berdatangan. TNI dan Polri dari Ambon, Manado, hingga Makassar membantu mengamankan situasi.

Dewi menjelaskan, kerusuhan itu baru benar-benar pecah kemarin siang, Senin (19/8). Situasi memanas hingga pukul 15.00 waktu setempat. Dewi memutuskan bertahan di dalam rumah. Ia tak berani keluar. Bahkan, supermarket di dekat rumahnya hampir saja dibakar.

"Untung Brimob cepat bertindak. Kantor DPR dan Kantor Catatan Sipil juga dibakar, warung bakso semua musnah dibakarnya pula. Saya mau pulang ke kabupaten tidak bisa. Pengamanan ketat," tuturnya.

Dewi pun berharap kerusuhan segera mereda. Menurut dia, ini hanyalah ulah para oknum yang gemar memprovokasi warga. Sebab, selama ini, kehidupan di Sorong aman-aman saja. Masyarakat hidup berdampingan tanpa memandang suku, ras, dan agama.

Sebelumnya, beredar video dan isu di media sosial yang menyebut kepolisian Jawa Timur melabeli mahasiswa Papua sebagai monyet. Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol. Frans Barung Mangera, membantah kabar tersebut.

"Tidak ada kepolisian yang menyampaikan hal tersebut (melabeli mahasiswa Papua dengan sebutan hewan)," kata Barung di RS Bhayangkara, Surabaya, Senin (19/8).

Polda Jawa Timur berjanji akan mengusut kasus tersebut. Pasalnya, akibat sorak-surai yang tidak elok itu, muncul keresahan di berbagai daerah.

"Kalaupun ada organisasi kepemudaan (yang menyebut monyet), kami lakukan penyelidikan. Sehingga yang muncul di beberapa wilayah di Papua mahasiswa dikatakan seperti itu," tambahnya.

Barung melanjutkan, tujuan polisi mengamankan 43 mahasiswa Papua ke Mapolrestabes Surabaya adalah untuk menyelamatkan mereka, bukan untuk penahanan. Bila tidak dilakukan pengamanan, sangat mungkin mereka digeruduk oleh OKP dan ormas yang telah berjaga di depan asrama mahasiswa Papua sejak 16 Agustus 2019 silam.

Baca Juga: Polri Deteksi 5 Akun Medsos yang Diduga Memprovokasi Massa di Papua

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya