Kisah 3 Caleg Unik, dari Tukang Sol Sampai Pedagang Kopi Keliling

Mereka yakin bisa meraup suara rakyat di Pemilu 2019

Jakarta, IDN Times - Pesta demokrasi sudah di depan mata. Pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) segera digelar pada 17 April mendatang. Di tengah persaingan meraup suara, muncul beberapa calon anggota legislatif (caleg) dari kalangan masyarakat bawah.

Mereka adalah caleg DPRD PAN Kabupaten Gunungkidul, Dwi Handoko (penyedia jasa sol sepatu), caleg DPRD Gerindra Kota Bekasi, Nur Wahid (pedagang cakwe), dan caleg DPRD PPP Kota Cilegon, Eha Soleha (pedagang kopi keliling).

Baca Juga: Bawaslu Jembrana Temukan Satu WNA Swiss Masuk DPT Pemilu 2019

1. Nur Wahid sudah 27 tahun menjadi pedagang cakwe

Kisah 3 Caleg Unik, dari Tukang Sol Sampai Pedagang Kopi KelilingIDN Times/Imam Rosidin

Nur Wahid mengaku telah 27 tahun menjadi pedagang cakwe. Kendati pernah jualan yang lain-lain, ia pun memutuskan tetap berjualan karena yakin ada peluang bisnis yang besar.

"Saya kan usaha membina gerobak dari saya hanya punya satu, sekarang ada 12 gerobak. Satu gerobak penghasilannya Rp500 ribu per hari," kata Nur Wahid dalam acara Mata Najwa di Trans7, Rabu (6/3).

2. Nur Wahid bercita-cita jadi pemimpin sejak sekolah

Kisah 3 Caleg Unik, dari Tukang Sol Sampai Pedagang Kopi KelilingIDN Times/Imam Rosidin

Berjualan cakwe rupa-rupanya tidak menyurutkan keinginan Nur Wahid untuk menjadi caleg. Sejak lulus Aliyah pada 1992, ia bercita-cita menjadi pemimpin.

"Awalnya ingin jadi kepala desa, tapi kan jauh ya. Pada 2014 saya ketemu salah satu langganan saya. Karena sering dagang di majelis, saya disuruh maju sebagai caleg DPRD Kota Bekasi," ujarnya.

3. Dwi jadi penyedia jasa sol sepatu yang melek politik

Kisah 3 Caleg Unik, dari Tukang Sol Sampai Pedagang Kopi KelilingIDN Times/Imam Rosidin

Lain halnya dengan Dwi Handoko. Caleg DPRD PAN Kabupaten Gunung Kidul tersebut menjadi seorang penyedia jasa sol sepatu.

"Sebelum krisis moneter saya berkiprah di jasa transportasi, setelah itu tidak bisa melangsungkan usaha saya, lalu banting setir jadi tukang sol sepatu. Modalnya gak banyak, tapi Insya Allah rezeki datang," kata Dwi.

Selain menjadi penyedia jasa sol sepatu, Dwi rupanya juga melek politik. Ia memutuskan maju di Dapil 1 Gunung Kidul. Sebelumnya, ia aktif sebagai pengurus PAN sejak reformasi 1999.

"Kenapa baru sekarang (nyaleg)? Ya baru ada niatan," tuturnya.

4. Eha ditawari jadi caleg disela berdagang kopi keliling

Kisah 3 Caleg Unik, dari Tukang Sol Sampai Pedagang Kopi KelilingIDN Times/Sukma Shakti

Cerita unik datang dari Eha Soleha. Sudah 3 tahun ia menjadi pedagang kopi. Ia berdagang kopi keliling mulai pukul 01.00 malam sampai pukul 08.00 pagi. Saat berjualan itulah, ia kerap bertemu dengan salah satu pelanggannya.

"Yang ngajak saya nyaleg adalah pelanggan kopi saya, pelanggan kopinya adalah Ketua DPC PPP," ujar Eha.

Mulanya ia enggan, namun politikus PPP itu terus saja membujuknya. Ia ditawari menjadi caleg karena dianggap sebagai sosok yang menginspirasi.

"Saya dibilang, 'Eha apakah politik itu hanya punya orang-orang besar saja? Tidak. Ya sudah kamu juga coba jadi caleg ya'," kata Eha meniru ajakan Ketua DPC PPP tersebut.

5. Eha meminta restu ibu usai mendaftar sebagai caleg

Kisah 3 Caleg Unik, dari Tukang Sol Sampai Pedagang Kopi KelilingIDN Times/Kevin Handoko

Setelah memantapkan hatinya untuk mencalonkan diri, Eha lantas meminta restu pada ibunya.

"Bu aku mau jadi anggota dewan, Bu. Saya bicara seperti itu pada ibu saya di rumah setelah daftar sambil lompat-lompat," kata Eha.

Baca Juga: WNI di Amerika Serikat Antusias Ikuti Pemilu 2019

Topik:

  • Sunariyah
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya