Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing Liar

Street feeding dilakukan untuk menyelamatkan anjing liar

Jakarta, IDN Times - Ingatkah kamu dengan Film Hachiko? Film besutan Negeri Sakura tersebut adalah kisah nyata tentang kesetiaan anjing yang telah ditonton jutaan manusia di seluruh dunia. Dalam film tersebut dikisahkan, anjing Hachiko begitu setia menunggui Profesor Ueno pulang kerja di Stasiun Shibuya. 

Majikannya tersebut sangat menyayangi dirinya. Hingga suatu hari, Profesor Ueno meninggal dunia usai mengikuti rapat di kampus. Seumur hidupnya, Hachiko terus menunggunya di Stasiun Shibuya, tidak paham majikannya telah tiada.

Saya pikir, kisah tentang kesetiaan hewan peliharaan kepada majikan hanya dapat saya temui dalam film. Ternyata tidak, ada sosok Profesor Ueno dan sosok Hachiko lain di dunia ini. 

Dialah Debby Handoko, seorang perempuan berdarah Jawa yang kini hidup di tanah Bali. Kecintaannya terhadap hewan, khususnya anjing dan kucing, menimbulkan rasa empati mendalam. Melihat anjing disiksa di depan mata atau dibuang oleh pemiliknya lantaran sakit kulit, hatinya turut merasa sakit. Padahal, menurut dia, anjing adalah hewan yang sangat setia.

“Masih banyak orang yang jahat dengan anjing liar, terutama kalau melihat anjing kena sakit kulit, anjing itu bisa dilempari pakai batu atau ditendang. Padahal, anjing-anjing itu mungkin hanya cari makan. Bayangkan kalau itu kita yang mengalami. Saya sesederhana itu mikirnya," tutur Debby, baru-baru ini.

Debby menyadari, sebagian masyarakat di Bali memang kurang peduli dengan keberlangsungan hidup hewan tersebut. Hal itu diperparah dengan fakta bahwa Bali adalah salah satu provinsi yang belum bebas rabies. 

Menurut Debby, banyak orang yang kurang memahami pentingnya vaksinasi anjing agar tak terkena penyakit. Padahal, populasi anjing di Bali sangat tinggi. Berawal dari kegelisahan itulah, Debby berupaya melindungi anjing-anjing telantar yang dia temui di jalan.

1. Menyelamatkan Jco kecil yang hampir tertabrak mobil

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarDok. IDN Times/Istimewa

Sejak tinggal di Bali tiga tahun lalu, mulanya Debby berniat mengadopsi anjing dari teman yang bersedia menghibahkan anjing kepadanya. Namun, semua itu berubah sejak dia bertemu anjing kecil yang hampir tertabrak mobil di jalan. Anjing itu pun dibawa pulang dan dinamai Jco.

“Jco itu anjing pertama yang saya selamatkan, masih kecil banget. Awalnya saya juga niat memelihara satu saja. Tapi karena makin lama saya makin ngerti kondisi anjing, terutama anjing Bali asli, saya pikir saya masih bisa memelihara satu lagi,” kata Debby.

Dia pun lantas mengadopsi Almond, anjing yang dibawanya dari Bali Animal Welfare Association (BAWA). Setelah itu, dia mulai melakukan street feeding di sekitar tempat tinggalnya, Sanggulan, Tabanan. Dia melakukan hal itu karena makin paham bahwa para rescuer anjing umumnya berdomisili di Ubud, Denpasar, Badung, dan Jimbaran.

“Kalau saya minta tolong mereka untuk membantu anjing-anjing liar yang kondisinya memprihatinkan, mereka akan bilang kalau sempat atau lagi ada waktu. Saya gak menyalahkan mereka, karena anjing-anjing di area mereka juga banyak yang butuh ditolong,” kata Debby.

2. Debby mulai dikenali anjing-anjing liar

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarDok. IDN Times/Istimewa

Rutin melakukan street feeding rupanya membuat Debby lambat laun dikenali oleh anjing-anjing liar di sana. Dia pun bisa mengetahui dengan cepat jika ada anjing dibuang. Hingga suatu ketika, dia melihat anjing kecil yang tampak terkena sakit kulit.

“Awalnya dia cuma saya kasih makan saja, tapi lama-lama saya bawa pulang juga karena kondisi kulitnya mulai parah. Saya kasih nama CheeseCake, hehe,” kenang Debby.

Di lain kesempatan, saat Debby pulang kerja di area Munggu, dia melihat anjing hitam di pinggir jembatan yang kerap dilewati truk-truk besar. Anjing itu tampak sangat ketakutan, tubuhnya kaku tak bergerak. Mulanya Debby bingung lantaran sudah punya tiga anjing di rumah.

“Tapi karena saya lihat anjing itu sampai gemetaran, akhirnya saya bawa pulang setelah tanya ke orang-orang sekitar, barangkali ada pemiliknya. Saya lalu menamainya Pepper,” ungkap dia.

Tak lama setelah itu, Debby pun pindah kerja di daerah Celuk, Gianyar. Namun, Debby masih rutin ke daerah Sanggulan karena para anjing liar di sana setia menungguinya setiap sore. Usai bekerja, Debby selalu menyempatkan diri street feeding di daerah tersebut. Hingga suatu ketika, dia menemukan seekor anjing yang kesakitan di bawah lampu merah.

“Akhirnya saya bawa pulang, saya kasih nama Milo. Sayang, belum sempat saya bawa vaksin, Milo sakit dan tak tertolong. Milo tinggal bersama saya kurang lebih 2 bulan,” ujarnya.

3. Anjing-anjing liar dirawat dengan baik

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarDok. IDN Times/Istimewa

Karena Bali masih rentan terhadap rabies, merawat anjing sebaik mungkin adalah sebuah keharusan. Selain memvaksin anjing-anjingnya, Debby juga memberikan vitamin ikan. Debby juga rutin memandikan mereka. Sehari-hari, keempat anjing tersebut tidak dikandangi, melainkan dibiarkan bebas di garasi rumah. Setiap subuh atau sore sepulang kerja, mereka dilepas di sekitar rumah selama satu jam.

“Untungnya di area rumah saya juga banyak yang pelihara anjing. Saya rutin cek kutu juga, sih, karena mereka kan berbaur dengan anjing-anjing tetangga,” kata Debby.

Selama merawat anjing-anjing liar itu, Debby mengaku pernah digigit sampai 6 kali, sampai tangannya harus dijahit. Saat itu, dia mencoba melerai Almond dan JCo yang bertengkar. Sesuai prosedur, dia pun membersihkan tangannya dengan air mengalir, kemudian melakukan perawatan lanjutan di puskesmas.

"Di puskesmas dibersihin lagi dan dikasih antibiotik. Saya tidak perlu dsuntik rabies karena anjing-anjing saya semua sudah divaksin rabies," tutur dia.

Kendati rabies masih jadi ancaman di Bali, Debby mengaku belum pernah sekali pun bertemu dengan anjing rabies atau orang yang menderita rabies. Namun, dia mengetahui jika di beberapa daerah yang masih pelosok masih ada yang terkena penyakit anjing gila tersebut. 

Pemerintah daerah pun diakuinya rutin melakukan sweeping terhadap anjing-anjing liar di daerah potensi rabies, namun terkadang ‘kecolongan’. Semua anjing liar yang ditemui ‘ditidurkan’, padahal tidak semuanya positif membawa virus rabies.

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarIDN Times/Sukma Shakti

4. Kepedulian masyarakat terhadap keselamatan anjing dinilai masih rendah

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarDok. IDN Times/Istimewa

Debby menilai, masyarakat sekitar belum sepenuhnya peduli dengan kewajiban vaksinasi anjing. Kendati pemerintah mengadakan vaksin rabies gratis setiap tahun di beberapa daerah, tidak sedikit yang masih malas membawa anjingnya untuk divaksin. Melalui street feeding yang dilakukannya, dia berharap masyarakat sekitar bisa lebih peduli terhadap keselamatan anjing, salah satunya dengan melakukan vaksinasi rutin. 

"Masalahnya, vaksin itu gak hanya vaksin rabies. Ada vaksin penting yang harus diberikan sejak anjing masih puppy, itu untuk mencegah anjing terkena penyakit seperti distemper, parvo, dan sebagainya. Penyakit-penyakit itu justru lebih mudah menyerang anjing, dan mematikan," kata dia.

Debby pun mengaku sedih kala melihat banyak sekali anjing yang sudah bulukan, kurus, atau kurang gizi. Akibatnya, anjing-anjing tersebut banyak yang terkena penyakit kulit, seperti scabies.

"Banyak anjing yang kadang sampai gak ada bulunya, habis. Sedih memang di sini, saya sering rasanya sakit di hati karena cuma bisa berbuat segini-gini aja," tutur Debby.

Baca Juga: Mengenal Lebih Jelas Penyakit Rabies yang Bukan Hanya dari Anjing

5. Vaksin anti rabies secara teratur sangat penting dilakukan

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarDok. IDN Times/Istimewa

Pemerintah telah menetapkan beberapa daerah yang terbebas dari ancaman rabies, yaitu Provinsi Kepulauan Riau, Provinsi Bangka Belitung, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, Pulau Weh (Aceh), Pulau Mentawai (Sumatera Barat), Pulau Enggano (Bengkulu), Pulau Meranti (Riau), dan Pulau Pisang (Lampung).

Terkait vaksin rabies, pemerintah telah menyediakan stok vaksin sebanyak 1.543.700 dosis untuk daerah tertular. Sementara, stok vaksin di pemerintah pusat sebanyak 280.000 dosis.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Elizabeth Jane Soepardi, rabies dapat dicegah melalui vaksinasi secara teratur. Tak hanya hewan peliharaan, manusia yang telah digigit anjing pun perlu divaksin agar tak terkena rabies.

“Kalau kena gigitan, segera cuci luka gigitan menggunakan air mengalir selama 15 menit. Selain itu, segera lapor ke puskesmas atau pelayanan kesehatan lain untuk penanganan lebih lanjut,” kata Jane dalam konferensi pers di Kementerian Kesehatan pada 23 Agustus 2018 lalu.

Dia melanjutkan, masa inkubasi manusia setelah digigit anjing cukup lama, yakni 2 minggu sampai 2 tahun. Apabila sudah muncul gejala dan tanda rabies dan tidak segera ditangani, akan terjadi kematian (case fatality rate 100 persen). Selain berhalusinasi, penderita bisa mengamuk dan menggonggong layaknya anjing.

6. Data populasi hewan penular rabies belum tersedia

Kisah Inspiratif: Debby Handoko, Sang Penyelamat Anjing LiarDok. IDN Times/Istimewa

Direktur Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Fadjar Sumping mengatakan, tantangan pelaksanaan program vaksinasi adalah belum tersedianya data populasi hewan penular rabies (HPR) secara akurat. Selain itu, vaksin yang tersedia belum sesuai dengan jumlah populasi HPR. Sementara, jumlah sumber daya manusia (SDM) yang menangani urusan kesehatan hewan juga terbatas.

"Vaksinasi juga belum dilaksanakan secara massal. Ditambah lagi dengan peningkatan populasi anjing liar, juga sarana dan prasarana masih belum memadai, seperti rantai dingin vaksin, transportasi, dan lain-lain," ujar Fadjar, baru-baru ini. 

Selain itu, pelaporan kasus dan pelaksanaan vaksinasi juga dinilai belum optimal. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kesadaran pemilik HPR yang masih sering meliarkan dan tidak mau memvaksin HPR yang dimiliki. 

"Solusinya adalah membuat estimasi populasi HPR, penyediaan vaksin melalui anggaran pusat maupun daerah, pembentukan kader rabies untuk menambah SDM yang menangani rabies, pelaksanaan pelatihan bagi petugas, dan juga pelaksanaan sosialisasi sebelum vaksinasi," ungkap Fadjar.

Kendati vaksinasi belum dapat dilakukan secara massal, tentu diperlukan kepedulian penuh terhadap ancaman rabies. Pemerintah tak dapat bekerja sendiri, masyarakat pun perlu aktif melapor jika menemukan kasus rabies. Ada satu pelajaran penting yang dapat dipetik dari kisah heroik Debby, yaitu menumbuhkan empati terhadap hewan, dimulai dari diri sendiri. 

Semoga semakin banyak Debby-Debby lain yang peduli terhadap keselamatan dan kesehatan hewan!

Baca Juga: Kisah Inspiratif: Gadis Muda Ini Melawan Ancaman Rabies di Sorong

Topik:

  • Dwifantya Aquina
  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya