Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, (IDN Times/Margith Juita Damanik)
Sebelumnya, Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, mengatakan berdasarkan hasil penelitian, wilayah pantai Pacitan, Jawa Timur, berpotensi terjadi tsunami setinggi 28 meter dengan estimasi waktu tiba sekitar 29 menit.
"Adapun tinggi genangan di darat berkisar sekitar 15-16 meter dengan potensi jarak genangan mencapai 4-6 kilometer dari bibir pantai,” kata Dwikorita dalam keterangannya, Minggu (12/9/2021).
Karena itu, Dwikorita mengingatkan, agar pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten Pacitan menyiapkan skenario terburuk untuk menghindari dan mengurangi risiko bencana gempa dan tsunami yang mengintai pesisir selatan Jawa, akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia dan Eurasia.
Dalam simulasi menghadapi potensi bencana, Dwikorita bersama Menteri Sosial Tri Rismaharini dan Bupati Pacitan Indrata Nur Bayuaji melakukan verifikasi zona berbahaya dan menyusuri jalur evakuasi bencana.
Dengan skenario tersebut, kata Dwikorita, masyarakat yang berada di zona bahaya perlu berlatih rutin untuk melakukan langkah evakuasi mandiri bila mendapatkan Peringatan Dini Tsunami maksimum 5 menit setelah gempa terjadi.
Masyarakat, kata dia, khususnya yang berada di wilayah pesisir pantai harus segera mengungsi ke dataran yang lebih tinggi, jika merasakan guncangan gempa besar.
“Untuk masyarakat yang berada di pantai, tidak perlu menunggu perintah, aba-aba atau sirene, segera lari karena waktu yang dimiliki hanya sekitar 29 menit. Sedangkan jarak tempat yang aman yang lebih tinggi cukup jauh,” ujar Dwikorita.
Dwikorita menjelaskan, makna skenario masih bersifat potensi yang bisa saja terjadi atau bahkan tidak terjadi. Namun, masyarakat dan pemerintah daerah harus sudah siap dengan skenario terburuk.
Artinya, lanjut Dwikorita, jika masyarakat dan pemerintah daerah siap, maka jumlah korban jiwa maupun kerugian materi dapat diminimalkan.
Dengan skenario terburuk ini, menurut dia, pemerintah daerah bersama-sama masyarakat bisa lebih maksimal mempersiapkan upaya mitigasi yang lebih komprehensif.
“Jika masyarakat terlatih maka tidak ada istilah gugup dan gagap saat bencana terjadi. Begitu gempa terjadi, baik masyarakat maupun pemerintah sudah tahu apa-apa saja yang harus dilakukan dalam waktu yang sangat terbatas tersebut,” kata Dwikorita.
Hingga saat ini, kata Dwikorita, tidak ada teknologi atau satu pun negara di dunia yang bisa memprediksi kapan terjadinya gempa dan tsunami secara tepat dan akurat, lengkap dengan perkiraan tanggal, jam, lokasi, serta magnitudo gempa. Semua masih sebatas kajian yang didasarkan pada salah satunya adalah sejarah gempa di wilayah tersebut.