Dok. Pak Harto The Untold Stories/Sekretariat Negara RI
Pada 1982, Amir Machmud terpilih sebagai Ketua MPR dan seperti semua pimpinan MPR lainnya di zaman itu, ia juga merangkap sebagai ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Amir Machmud memimpin Sidang Umum MPR 1983 yang menghasilkan Suharto terpilih untuk masa jabatan ke-4 sebagai Presiden dengan Umar Wirahadikusumah terpilih menjadi Wakil Presiden.
Di bawah kepemimpinannya, MPR juga menganugerahi Soeharto gelar "Bapak Pembangunan" atas apa yang telah diraihnya. Di DPR, Amir memimpin lewat undang-undang reorganisasi struktur MPR, DPR, dan DPRD, menetapkan aturan untuk partai politik, dan meletakkan pedoman untuk referendum.
Setelah Amir, ada Mohammad Kharis Suhud tokoh militer dan politikus Indonesia yang menjabat sebagai Ketua MPR/DPR pada masa Orde Baru, dari 1987 hingga 1992. Sebelumnya, pada 1982 hingga 1987 ia memimpin Fraksi ABRI. Pada tahun 1975-1978, ia menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Thailand.
Di tahun 1992-1997, Wahono politikus Indonesia menjabat sebagai Ketua MPR pada masa Orde Baru. Ia juga pernah menjabat Gubernur Jawa Timur periode 1983-1988. Karier militer yang pernah dijabatnya antara lain Penjabat Pangkostrad (1969–1970), Pangdam VIII/Brawijaya (1970–1972), Pangkostrad (1972–1973), Pangkostranas (1973–1974), Deputi Kasad (1974–1977), Dubes RI di Burma dan Nepal (1977–1981), Dirjen Bea Cukai (1981–1983), Gubernur Jawa Timur (1983–1988), dan Ketua DPR/MPR (1992-1997).
Selesainya Suhud, Harmoko politikus Indonesia yang pernah menjabat sebagai Menteri Penerangan Indonesia pada masa Orde Baru, dan Ketua MPR pada masa pemerintahan BJ Habibie. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Wartawan Indonesia, dan kemudian menjadi Menteri Penerangan di bawah pemerintahan Soeharto.
Sebagai Ketua Umum DPP Golkar, Harmoko dikenal pula sebagai pencetus istilah "Temu Kader". Terakhir, ia menjabat sebagai Ketua DPR/MPR periode 1997-1999 yang mengangkat Soeharto selaku presiden untuk masa jabatannya yang ke-6. Namun dua bulan kemudian Harmoko pula memintanya turun ketika gerakan rakyat dan mahasiswa yang menuntut reformasi tampaknya tidak lagi dapat dikendalikan.