Jakarta, IDN Times -- Kualitas sekolah-sekolah keagamaan Katolik di Indonesia belum sesuai harapan. Hal ini dapat dilihat dari hasil akreditasi 23 Sekolah Tinggi Pastoral Katolik (STPK) yang mendapatkan predikat C, tenaga pendidikan yang belum sesuai kualifikasi dan kompetensi, serta jumlah mahasiswa yang masih sedikit. Begitu isi penelitian Berbasis Keluaran, Puslitbang Lektur, Khazanah Keagamaan, dan Management Organisasi (LKKMO) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama.
Fakta yang diungkap penelitian itu pun menunjukkan ada persoalan serius pada manajemen sekolah-sekolah keagamaan Katolik di Indonesia. Untuk mengurai persoalan itu, peneliti mengawali riset di STPK karena belum ada riset terdahulu yang dapat dijadikan sebagai data awal untuk pembanding. Riset ini sendiri memfokuskan pada STPK di Indonesia bagian barat, meliputi Sekolah Tinggi Pastoral Katolik di Malang, Semarang, Pontianak, dan Medan.
Idealnya lembaga-lembaga tersebut mampu menunjukkan eksistensi dan dikenal masyarakat luas. Namun, saat ini STPK belum mampu memenuhi tuntutan kebutuhan pengguna, seperti penyelenggara sertifikasi pendidik bagi guru agama Katolik dan lulusan tidak dapat mengikuti tes penerimaan CPNS. Untuk jangka panjang, menurut penelitian ini, hal itu akan berpengaruh kepada rendahnya kualitas layanan tenaga pendidik iman Katolik kelak.
Kembali ke soal manajemen, riset itu mengasumsikan bahwa manajemen STPK belum berfungsi secara efektif karena faktor kepemimpinan. Para pemimpin lembaga pendidikan perlu menanggapi kebutuhan pendidikan 4.0 dengan kompetensi yang memadai. Dengan demikian, peran lembaga pendidikan tinggi terlihat fungsinya dan kepemimpinan di lembaga tersebut menjadi efektif. Untuk lebih jelas, begini gambaran kepemimpinan menurut hasil penelitian tersebut.