[KALEIDOSKOP] 3 RUU Kontroversial yang Disahkan DPR RI sepanjang 2020

Diawali UU Minerba, diakhiri UU Cipta Kerja

Jakarta, IDN Times - DPR RI mengakhiri Masa Persidangan II Tahun Sidang 2020-2021. Ketua DPR Puan Maharani mengatakan selama 2020, DPR telah mengesahkan 13 rancangan undang-undang (RUU).

Dalam pidatonya, Puan mengatakan saat ini, DPR sedang membahas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2021 dan akan ditetapkan pada masa sidang yang akan datang.

“Proses penyusunan daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2021 yang dilakukan DPR dan Pemerintah bersama dengan DPD saat ini akan menjadi pedoman yang menentukan target legislasi DPR pada tahun 2021,” ujar Puan menutup Masa Persidangan II, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (11/12/2020.

Dari 13 RUU yang telah disahkan, IDN Times mencatat ada empat RUU yang disahkan DPR meski menuai kritik keras dari masyarakat.

1. UU Minerba

[KALEIDOSKOP] 3 RUU Kontroversial yang Disahkan DPR RI sepanjang 2020Ilustrasi pertambangan (ANTARA FOTO/FB Anggoro)

Di tengah tahun yang berat bagi Indonesia karena menghadapi pandemik COVID-19, DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) disahkan dalam rapat paripurna pada 12 Mei. Dari sembilan fraksi di DPR, delapan di antaranya menyetujui RUU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kemudian ada satu fraksi yang menolak untuk pembahasan dan dijadikan UU yakni Fraksi Partai Demokrat.

RUU Minerba menjadi ‘angin segar’ bagi perusahaan tambang. Sebab, dalam UU Minerba yang baru, terdapat 15 penyempurnaan pada batang tubuh UU tersebut yang memberi keleluasaan izin tambang.

Indonesia Corruption Watch menilai, RUU Minerba tidak berpihak pada lingkungan hidup dan hanya menguntungkan perusahaan. Satu dari sekian permasalahan RUU Minerba yaitu jaminan perpanjangan bagi perusahaan mineral dan batu bara dengan lisensi Kontrak Karya (KK) dan Perjanjian Karya Pertambangan Batu bara (PKP2B).

“Perusahaan batu bara dengan lisensi PKP2B banyak terafiliasi dengan para elit yang memiliki kekayaan luar biasa,” kata peneliti ICW Egi Primayogha lewat keterangan tertulisnya, Rabu (13/5).

Padahal, menurutnya perpanjangan lisensi KK dan PKP2B telah menjadi polemik berkepanjangan. Para pemegang lisensi tidak mendapat jaminan untuk mendapat perpanjangan kontrak pasca-UU Minerba disahkan.

UU Minerba karenanya mempersempit ruang gerak pebisnis batu bara. Sehingga, sejumlah upaya dilakukan guna mendapatkan kepastian perpanjangan, yang di antaranya tercermin melalui RUU Cipta Kerja dan RUU Minerba.

“Kini melalui revisi UU Minerba mereka mendapat jaminan untuk mendapat untung dengan cara mengeruk pertambangan batu bara. Kuat terlihat bahwa revisi UU Minerba kental akan kepentingan elite kaya penguasa batu bara,” ujarnya.

Egi mengatakan terdapat 7 perusahaan PKP2B generasi pertama yang akan habis masa waktu lisensinya. Perusahaan tersebut yaitu:
1. PT Arutmin Indonesia
2. PT Kaltim Prima Coal
3. PT Kendilo Coal Indonesia
4. PT Multi Harapan Utama
5. PT Adaro Indonesia
6. PT Kideco Jaya Agung
7. PT Berau Coal

Baca Juga: RUU HIP Diganti Jadi RUU BPIP, DPR: Sudah Tak Ada Pasal Kontroversial

2. UU Mahkamah Konstitusi

[KALEIDOSKOP] 3 RUU Kontroversial yang Disahkan DPR RI sepanjang 2020IDN Times/Muhamad Iqbal

Pada 1 September 2020, DPR juga mengesahkan RUU Mahkamah Konstitusi yang sempat menuai kontroversi. Seluruh fraksi di Komisi III DPR menyetujui RUU MK menjadi UU. Salah satu poin yang menjadi sorotan karena dianggap hasil lobi-lobi politik adalah mengenai masa jabatan hakim.

Ada penambahan masa jabatan, yang semula menggunakan konsep periodisasi, lima tahun dan dapat dipilih kembali untuk satu kali masa jabatan, kini berdasarkan revisi tersebut pembentuk undang-undang (law maker) adalah berumur 55 tahun dan dapat diberhentikan ketika berusia 75 tahun.

3. UU Cipta Kerja

[KALEIDOSKOP] 3 RUU Kontroversial yang Disahkan DPR RI sepanjang 2020Badan Legislasi Rapat Kerja dengan Menkumham dan PPUU DPD RI dalam rangka Penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2020-2024 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (4/12). (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Menutup pengujung tahun, DPR RI kembali menjadi sorotan setelah mengesahkan RUU Cipta Kerja yang kontroversi di publik dan menuai serangkaian aksi unjuk rasa para buruh. RUU Ciptaker sah menjadi undang-undang, setelah disepakati dalam pengambilan keputusan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI, Senin (5/10/2020)

RUU Ciptaker ini disepakati oleh 7 fraksi yaitu PDI Perjuangan, Golkar, Gerindra, PKB, PPP, NasDem, dan PAN. Sedangkan dua fraksi yang menolak yaitu Demokrat dan PKS. Buruh menolak keras pada pasal-pasal yang dianggap menyengsarakan. Misalnya, peningkatan jam kerja, sistem kontrak, penetapan upah minimum, pesangon, pekerja kontrak, pekerja asing, hingga outsourcing.

Setelah sah, UU Ciptaker juga sempat disoroti kembali karena banyaknya revisi yang mengakibatkan adanya perubahan pada substansi. Bahkan hingga Presiden Jokowi menandatangani draf UU Ciptaker setebal 1.187 halaman pada Senin (02/11/2020) malam, masih ada pasal-pasal yang rancu di dalamnya.

Berdasarkan penelusuran IDN Times, ada kerancuan pada sebuah pasal di Bagian Kesatu "Umum" pada halaman 6 UU Cipta Kerja. Pasal itu merujuk pada ayat di pasal sebelumnya padahal pasal sebelumnya tidak memiliki ayat. Pasal yang dimaksud adalah Pasal 6 tentang peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha.

Pasal 6 berbunyi: "Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a meliputi:
a. penerapan Perizinan Berusaha berbasis risiko;
b. penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha; c. penyederhanaan Perizinan Berusaha sektor; dan
d. penyederhanaan persyaratan investasi."
Padahal Pasal 5 tidak memiliki ayat. Pasal tersebut berbunyi: "Ruang lingkup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 meliputi bidang hukum yang diatur dalam undang-undang terkait." 

Tidak hanya itu, IDN Times juga menemukan kerancuan di halaman 223 pada Bab III tentang Peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha. Kerancuan ditemukan pada Pasal 5 Tentang Energi Dan Sumber Daya Mineral ayat (3) yang berbunyi, "Minyak dan Gas Bumi adalah Minyak Bumi dan Gas Bumi".

Baca Juga: Jokowi Teken Omnibus Law Cipta Kerja, Ini Isi Lengkapnya!

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya