Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi Bubar

Demokrat, Gerindra, PKS, atau PAN yang masih oposisi?

Jakarta, IDN Times - Koalisi Indonesia Adil Makmur resmi dibubarkan. Prabowo Subianto mempersilakan partai pendukungnya pada Pemilu 2019 menentukan posisi politik lima tahun ke depan. Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat, kini bebas memilih oposisi atau merapat ke koalisi pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Sinyal siapa yang merapat ke koalisi pemerintah pun kian jelas, setelah Anggota Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Teuku Taufiqulhadi menyatakan koalisi Jokowi-Ma'ruf menginginkan Gerindra, PAN, dan PKS tetap di luar pemerintahan.

Taufiq mengatakan pasca-penetapan presiden dan wakil presiden terpilih 2019, perlu dilakukan rekonsiliasi. Namun, rekonsiliasi tidak berarti bagi-bagi kursi Kabinet Kerja jilid II, tapi dalam konteks kepentingan berbangsa dan bernegara.

"Rekonsiliasi itu bisa saja, tetapi berada dalam koalisi yang oposisi, bukan karena ada ajakan rekonsiliasi. Maka harus berikan kursi, bahkan saya serukan Gerindra, PKS, dan PAN berada di luar (pemerintahan). Itu akan baik bagi Indonesia dan baik untuk demokrasi. Jadi tidak perlu meminta atau diajak berada di koalisi Pak Jokowi," ujar Taufiq di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7).

Lalu, bagaimana langkah politik partai-partai pengusung Prabowo-Sandiaga, setelah Koalisi Indonesia Adil Makmur dibubarkan?

1. Gerindra cenderung oposisi meski ada tawaran karpet merah

Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi BubarANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

Anggota Dewan Penasihat DPP Gerindra Muhammad Syafi'i mengatakan ada suara kuat dari kader-kader partainya, ingin tetap menjadi oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Saya kira seperti itu (jadi oposisi). Bahwa kader Gerindra dan pemikir demokrasi pasti menginginkan Gerindra tetap pada oposisi," kata Syafii di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7).

Karena itu, Syafi'i meyakini Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto pun akan mengambil sikap yang sama, dan tidak ingin mencederai demokrasi atau menghilangkan sistem pengecekan serta keberimbangan (check and balances).

Sejauh ini, kata dia, setelah sidang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas sengketa Pilpres pada 27 Juni lalu, Prabowo belum menyampaikan sikap partai secara resmi atas pemerintahan kelak.

"Kalau statement yang vulgar dalam sebuah pertemuan yang resmi, saya kira itu belum, karena kami memang belum melakukan pertemuan nasional menyeluruh kader Gerindra, pasca-putusan Mahkamah Konstitusi. Tetapi, kita bisa membaca gerak yang dilakukan Prabowo," ujar Syafi'i.

Gerindra sebelumnya disebut-sebut mendapat tawaran 'karpet merah' dari koalisi Jokowi-Ma'ruf, ketimbang PAN dan Demokrat yang sempat diisukan merapat ke pemerintahan lebih dulu.

"Menurut saya Gerindra itu justru lebih apa ya, sebagai penghormatan ya harus kalau memang disepakati nanti, perlu bertambah itu. Gerindra harus mendapat kesempatan pertama untuk ditawari," kata Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf, Arsul Sani di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/6).

Baca Juga: Demokrat Putuskan Oposisi atau Tidak Setelah 40 Harian Ibu Ani

2. PKS optimis berada di oposisi

Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi BubarIDN Times/Denisa Tristianty

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga sepertinya optimistis mampu menjadi oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, meski hanya bersama Gerindra. Menurut PKS, oposisi terbaik itu bukan hanya dengan partai politik, tetapi bersama rakyat.

“Siapa pun yang membela kepentingan rakyat, sekecil apa pun dia jadi besar, sedikit apa pun dia jadi banyak. Ingat kisah Cicak vs Buaya, mana ada cicak menang? Tapi ketika cicak didukung oleh rakyat, cicaknya yang menang. Kami tetap yakin," ujar Wakil Sekretaris Jenderal PKS Mardani Ali Sera di kompleks DPR RI Senayan, Jakarta, Senin (1/7).

Kendati, Mardani mengatakan, PKS belum resmi menyatakan diri sebagai oposisi pemerintahan Jokowi-Ma'ruf. Sebab, masih menunggu musyawarah Majelis Syuro PKS.

"Tetapi saya pribadi oposisi kritis dan konstruktif pilihan paling rasional dalam kondisi sekarang," dia memungkasi.

Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi BubarIDN Times/Arief Rahmat

3. Suara kader Demokrat terbelah menentukan arah politiknya

Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi BubarIDN Times/Irfan Fathurohman

Sementara, Demokrat masih berada di persimpangan jalan. Sekretaris Jenderal Demokrat Hinca Panjaitan mengatakan kader partainya di daerah belum satu suara, dalam menentukan posisi yang akan diambil partai.

Menurut Hinca, ada tiga pandangan berbeda yang disampaikan kader Demokrat di daerah yakni menjadi oposisi, penyeimbang, atau bergabung dengan koalisi pemerintah.

"Per hari ini ada yang minta di oposisi saja atau di luar, ada yang seperti sekarang, ada yang berpendapat bagus juga kalau bersama-sama," kata Hinca di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/7).

Keputusan posisi Demokrat pada periode kedua pemerintahan Jokowi akan diputuskan dalam rapat majelis tinggi. Persisnya, usai peringatan 40 hari wafatnya istri dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono.

"Tapi yang penting Demokrat pernah 10 tahun memimpin dan sekarang lima tahun menjadi penyeimbang. Nanti, lima tahun ke depan kami putuskan setelah majelis tinggi rapat," ujar Hinca.

4. PAN masih malu-malu menentukan sikapnya

Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi BubarIDN Times/Irfan Fathurochman

Sama seperti Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN) juga masih malu-malu menentukan sikap politiknya pasca-penetapan presiden dan wakil presiden terpilih Pilpres 2019.

Sekjen PAN Eddy Soeparno mengatakan, partainya belum menentukan sikap politik pasca-pembubaran koalisi partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada Pilpres 2019.

Menurut Eddy, arah dan sikap politik PAN akan ditentukan melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas), sekaligus evaluasi terhadap hasil Pemilu Legislatif 2019.

"Pasti ada evaluasi terhadap hasil pileg dan menyikapi agenda politik ke depan, salah satu yang penting pilkada serentak, lalu legislatif, dan arah politik PAN ke depan. Rakernas akhir Juli atau awal Agustus," ujar Eddy di media center Prabowo-Sandiaga, Jalan Sriwijaya I, Jakarta Selatan, Jumat (28/6) lalu.

Eddy menyebut ada berbagai opsi dan masukan terkait arah sikap politik PAN setelah Koalisi Indonesia Adil Makmur bubar. Ada sejumlah kader yang mengusulkan partainya tetap menjadi oposisi dan menyarankan agar bergabung ke koalisi pendukung pemerintah. Ada pula yang mengusulkan agar PAN tetap menjadi partai penyeimbang.

"Intinya, saya minta agar semua pendapat itu dihargai meski tidak sepakat antara para kader," ujar dia.

5. Siapa yang berpeluang oposisi?

Membaca Peta Politik Partai Pendukung Prabowo-Sandi Usai Koalisi BubarDoc. IDN Times

Melihat konstelasi politik hingga hari ini, Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai PAN dan Demokrat kemungkinan besar akan merapat ke pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

“PAN dan Demokrat masih malu-malu, tapi demi pragmatisme politik PAN dan Demokrat itu butuh kekuasaan. Kita tahu partai politik dalam undang-undang dibentuk untuk memperebutkan kekuasaan, dengan cara mengikuti pemilu,” kata Ujang kepada IDN Times, Selasa (2/7).

Menurut Ujang, ketika PAN dan Demokrat berada di posisi yang kalah dan koalisinya bersama Prabowo-Sandiaga telah bubar, makan ini menjadi peluang untuk bergabung ke pemerintahan.

“Ketika pilihan PAN dan Demokrat untuk bergabung, itu untuk kepentingan 2024, karena bagaimana pun partai politik harus punya modal, finansial, jaringan yang kuat untuk 2024, dengan cara menjabat atau memiliki kekuasaan di kabinet Jokowi,” Ujang menuturkan.

Ujang meyakini PKS dan Gerindra akan mengambil langkah oposisi. Perihal tawaran karpet merah untuk Gerindra dari pemerintahan Jokowi-Ma'ruf, Ujang menduga tidak menutup kemungkinan tinggal PKS yang berada di oposisi.

“PKS sangat jelas untuk memilih oposisi, dan Gerindra masih menunggu hasil rekonsiliasi. Seandainya Gerindra bergabung, itu harus ada deal-deal-an politik yang saling menguntungkan,” tutur Ujang.

Baca Juga: Ini Posisi PKS Pasca-Koalisi Adil Makmur Bubar

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya