Tiga Kali Diperiksa Bareskrim, Ahyudin ACT: Saya Siap Dikorbankan

Ahyudin menjalani pemeriksaan dalam tahap penyidikan

Jakarta, IDN Times - Pendiri lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin siap menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyelewengan dana sosial korban Lion Air JT-610. Hal itu ia sampaikan setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk ketiga kalinya pada Selasa (12/7/2022).

Dalam kasus ini, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri telah menaikkan kasus ACT ke penyidikan.

“Demi Allah saya siap ya, berkorban atau dikorbankan sekalipun. Asal ACT sebagai sebuah lembaga kemanusian yang Insyaallah, lebih besar manfaatnya untuk masyarakat luas untuk bisa hadir eksis berkembang sebaik-baiknya,” kata Ahyudin setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri, Selasa malam.

1. ACT diduga korupsi dana korban Lion Air

Tiga Kali Diperiksa Bareskrim, Ahyudin ACT: Saya Siap DikorbankanMantan Ketua Dewan Pembina Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin. (ANTARA/HO-ACT)

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus telah memeriksa pendiri sekaligus mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin dan Presiden ACT, Ibnu Khajar, pada Jumat (8/7/2022). Temuan awal penyidik, diduga adanya penyimpangan uang donasi korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610 yang terjadi pada 18 Oktober 2018.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Ahmad Ramadhan, mengatakan dana sosial Rp138 miliar diduga digunakan untuk gaji dan fasilitas petinggi ACT.

“Sebagian dana sosial/CSR tersebut dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staff pada Yayasan ACT dan juga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan/kepentingan pribadi Ketua Pengurus/presiden (Drs. Ahyuddin) dan wakil Ketua Pengurus/vice presiden,” kata Ramadhan dalam keterangan tertulis, Minggu (10/7/2022).

Baca Juga: Dugaan Penyelewengan Dana Korban Lion Air oleh ACT Naik Penyidikan

2. ACT tak melibatkan ahli waris dalam pengelolaan dana sosial

Tiga Kali Diperiksa Bareskrim, Ahyudin ACT: Saya Siap DikorbankanANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Ramadhan menjelaskan ACT dalam hal ini mengelola dana sosial atau CSR dari pihak Boeing untuk disalurkan kepada ahli waris para korban kecelakaan pesawat Lion Air. Namun pada pelaksanaan penyaluran dana sosial tersebut, para ahli waris tidak diikutsertakan dalam penyusunan rencana maupun pelaksanaan penggunaan dana sosial.

“CSR tersebut dan pihak Yayasan ACT tidak memberitahu kepada pihak ahli waris terhadap besaran dana sosial/CSR yang mereka dapatkan dari pihak Boeing serta pengunaan dana sosial/CSR tersebut,” kata Ramadhan.

Adapun modus operandi yang dilakukan Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar melakukan dugaan penyimpangan sebagian dana sosial dari pihak Boeing tersebut untuk kepentingan pribadi masing-masing berupa pembayaran gaji dan fasilitas pribadi. 

“Bahwa pasca kejadian kecelakaan tersebut, para ahli waris korban dihubungi oleh pihak yang mengaku dari ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing untuk penggunaan dana CSR tersebut dikelola oleh pihak ACT, di mana dana sosial/CSR diperuntukan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban,” ujar Ramadhan.

3. Setiap ahli waris seharusnya mendapatkan Rp2 miliar

Tiga Kali Diperiksa Bareskrim, Ahyudin ACT: Saya Siap DikorbankanANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto

Dalam kecelakaan pesawat Lion Air Boeing JT610, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi yaitu dana santunan tunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara Rp2.066.350.000.

Dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban melainkan harus menggunakan lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Boeing, di mana salah satu persyaratan tersebut adalah lembaga/yayasan harus bertaraf internasional.

Dalam kasus ini Ahyudin dan Ibnu Khajar akan dijerat pasal tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 KUHP dan atau; Pasal 374 KUHP dan atau; Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau;

Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) Jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan dan atau; Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

“Dengan ancaman Pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10.000.000.000,” kata Ramadhan.

Baca Juga: Pendiri ACT Ahyudin Penuhi Panggilan Bareskrim Polri  

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya