Universitas Pancasila Cabut Seluruh Hak Rektor Nonaktif Edie Toet

UP menunjuk 3 mahasiswa pemantau seleksi pemilihan rektor

Jakarta, IDN Times - Universitas Pancasila (UP) mencabut seluruh hak Rektor nonaktif Edie Toet Hendratno usai didesak dengan aksi unjuk rasa mahasiswa pada Selasa (27/2/2024). Pencabutan hak itu tertuang dalam notulensi pernyataan tertulis Pelaksana Tugas (PLT) Sri Widyastuti.

Berdasarkan notulensi yang dilihat IDN Times, terdapat tujuh poin kesepakatan termasuk soal pencabutan hak Rektor nonaktif Edie Toet Hendratno.

“Terhitung sejak Selasa pukul 18.11 WIB, Rektor atas nama Edie Toet Hendratno dicabut haknya secara penuh meliputi hak sebagai rektor, tenaga kependidikan, dosen atau pengajar, mengajukan pencabutan hak pengurus, pengawas dan pembina YPPUP dan segala sesuatu yang berhubungan dengan Universitas Pancasila,” tulis notulensi tersebut.

1. UP menunjuk 3 mahasiswa pemantau seleksi pemilihan rektor

Universitas Pancasila Cabut Seluruh Hak Rektor Nonaktif Edie ToetMahasiswa Universitas Pancasila Blokade Jalan Lenteng Agung saat berunjuk rasa kasus pelecehan seksual Rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Dalam notulensi tersebut, Universitas Pancasila juga menunjuk tiga mahasiswa sebagai pemantau seleksi pemilihan rektor periode 2024-2028. Mereka adalah Grinaldi Arif Altuarauw, Windi dan Dio Marcelino.

Selain itu, PLT Rektor menyepakati adanya evaluasi kinerja satuan tugas (satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang diresmikan sendiri oleh Edie Toet Hendratno.

“Melakukan evaluasi kinerja Satgas PPKS UP dalam penanganan kasus kekerasan seksual yang saat ini sedang terjadi dan kasus apa pun yang terjadi kedepannya terkait kekerasan seksual,” ujarnya.

Baca Juga: Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Bakal Hadiri Pemeriksaan Polisi

2. PLT Rektor menyetujui pemulihan hak korban di Universitas Pancasila

Universitas Pancasila Cabut Seluruh Hak Rektor Nonaktif Edie ToetMahasiswa Universitas Pancasila Blokade Jalan Lenteng Agung saat berunjuk rasa kasus pelecehan seksual Rektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno. (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Selanjutnya, PLT Rektor menyetujui pemulihan hak korban di Universitas Pancasila baik pekerjaan, jabatan serta nama baik. PLT Rektor dan rektor yang baru nantinya juga memberikan dukungan, perlindungan dan pendampingan penuh terhadap korban kekerasan seksual.

“PLT Rektor dan rektor yang baru secara terbuka dapat menerima aspirasi mahasiswa,” bunyi akhir notulensi tersebut.

3. Kronologi pelecehan seksual Rektor nonaktif UP terhadap 2 karyawati

Universitas Pancasila Cabut Seluruh Hak Rektor Nonaktif Edie ToetRektor nonaktif Universitas Pancasila, Edie Toet Hendratno (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Kuasa hukum korban, Amanda Manthovani, menyampaikan kronologi pelecehan yang dilakukan rektor Universitas Pancasila kepada kliennya.

Dia menjelaskan, RZ merupakan kepala bagian humas di rektorat. Sementara, DF saat itu merupakan karyawan honorer.

"Ya, jadi sebenernya ini ada dua korban yang melaporkan membuat laporan ada dua bukan satu orang, dan kebetulan dua orang ini kuasa hukumnya saya juga," kata dia dalam keterangannya kepada awak media, Sabtu (24/2/2024).

Berdasarkan keterangannya, RZ awalnya mendapat laporan dari sekretaris rektor, hari itu dia harus menghadap Edie. Pemanggilan itu terjadi pada siang hari sekitar pukul 13.00 WIB.

"Pas dia buka pintu, rektornya sedang duduk di kursi kerjanya. Di seberang kursi atau meja kerja rektor itu banyak kursi-kursi, agak jauh posisinya," ucap Amanda.

RZ akhirnya mencari tempat di kursi yang agak panjang dan posisinya agak jauh dari tempat Edie duduk. 

Edie saat itu memberikan sejumlah arahan kepada RZ mengenai pekerjaan. RZ pun mencatat arahan tersebut. Namun, secara perlahan Edie mendekati RZ dan duduk di satu bangku yang sama.

"Gak lama kemudian, dia (korban) sambil duduk nyatet-nyatet, tiba-tiba dia dicium sama rektor pipinya. Nah langsung dia, 'saya langsung berdiri, kaget dan saya sebenarnya inginnya, ingin saya ngamuk, ingin mukul, tapi saya masih sadar dan saya langsung ketakutan' (menirukan pernyataan korban). Dia langsung buru-buru ingin keluar," tutur Amanda.

Namun, sebelum keluar dari ruangan, Edie sempat meminta RZ untuk menetaskan obat ke matanya.

"Terus sebelum dia keluar, rektor dengan bahasa baik yang lembut, 'ini coba kamu sebelum keluar, mata saya lihat dulu'. Katanya (Edie) 'mata saya merah gak?" jelas Amanda.

RZ bilang 'gak Prof, gak merah,' 'ya udah nih tetesin dulu.' Dia ngambil obat tetes tuh. Dia menuju tasnya, tasnya rektor diambil, 'tetesin saya dulu, baru keluar,' intinya gitu lah," sambungnya.

Saat meneteskan obat mata ke Edie, RZ secara tiba-tiba mendapat pelecehan seksual lagi.

"Karena sudah kejadian tadi dicium, dia gak berani dong deket-deket. Jadi rektor duduk, RZ berdiri, tapi posisi RZ ada disamping kanannya rektor sambil agak menjauh badannya membungkuk tapi agak jauh meneteskan obat tetes mata. Tapi secara tiba-tiba tangan kanannya Prof itu meremas payudara dia," tutur Amanda.

Sementara itu, korban lainnya, DF juga mendapat pelecehan seksual di ruangan Edie. Kala itu, DF yang usainya masih 23 tahun bekerja sebagai pegawai honorer. Di ruangan yang sama, DF mendadak dicium oleh Edie.

"Hampir sama sih kejadiannya, cuma DF memang dicium tapi posisinya itu mukanya DF itu dipegangin terus dicium. Si DF kan waktu itu usainya masih muda, kejadiannya itu dia masih 23 tahun, ya, dia pegawai honorer. Gak lama dari kejadian itu ya udah dia mengundurkan diri, dia sudah trauma, psikisnya juga," ujar Amanda.

Amanda menyampaikan, sebenarnya kasus pelecehan seksual oleh rektor Universitas Pancasila itu terjadi pada awal tahun 2023 lalu. Adapun alasan korban baru melaporkan ke kepolisian setahun kemudian karena korban mengaku khawatir dan takut jika harus berurusan dengan rektor.

"Sebenarnya ada beberapa tipe yang namanya perempuan, ini kan ada hubungannya relasi kuasa. Artinya, dengan penguasa dan bawahan. Itu kan banyak pertimbangan. Rasa ketakutan, apalagi dia tahu lah yang namanya rektor itu, ya dia punya uang, dia banyak koneksi. Kan di otak dia, 'kalau aku lapor ini gimana? Aku habis' begitu kan pemikiran dia, takut gitu. rasa takut," bebernya.

Baca Juga: Alumni Desak Mantan Rektor Universitas Pancasila Minta Maaf

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya