Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto rapat kerja bersama Komisi I DPR bahas RUU TNI. (IDN Times/Amir Faisol)
Sebelumnya, sejumlah organisasi masyarakat sipil menolak revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Mereka menilai revisi ini bertentangan dengan agenda reformasi TNI dan berpotensi mengancam demokrasi serta kebebasan akademik.
Koalisi yang terdiri dari Center for ASEAN Legal Studies (CALS), Koalisi Keadilan dan Kebebasan Akademik (KIKA), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, serta Serikat Pengajar Hukum (SPK) menilai DPR-RI dan Presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI ke dalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis.
"Di masa Orde Baru terbukti tidak sejalan dengan prinsip dasar negara hukum dan supremasi sipil serta merusak sendi-sendi kehidupan demokrasi. Revisi UU TNI justru akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas/kekebalan hukum anggota TNI," ujar perwakilan CALS, Herdiansyah Hamzah saat membacakan pernyataan sikap dikutip YouTube Kaukus Indonesia, Minggu (16/3/2025).
Herdiansyah mengungkapkan salah satu kekhawatiran utama dalam revisi ini adalah potensi impunitas bagi anggota TNI dalam kasus-kasus pelanggaran hukum.
"Jika hal ini dibiarkan akan berdampak serius pada suramnya masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum dan peningkatan eskalasi pelanggaran berat HAM di masa depan," tegasnya.