Hakim Konstitusi Anwar Usman menghadiri sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (29/4/2024). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)
Jimly menyinggung soal perubahan undang-undang saat menjadi pembicara pada diskusi “Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik: Evaluasi dan Refleksi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres 2024” yang diselenggarakan oleh Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC), bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati dan Maha Indonesia, pada Selasa (30/4/2024).
Jimly menjelaskan, perubahan UU melalui perkara pengujian dinyatakan sah dan harus dijadikan rujukan dalam penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan jadwal pendaftaran. Namun, menurut Jimly, proses pengambilan keputusan di antara sembilan hakim konstitusi, dinyatakan bermasalah oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Kondisi ini membuat Ketua MK saat itu, Anwar Usman, sebagai hakim Konstitusi harus mundur dari penanganan perkara yang tetap melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan, diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua.
“Yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik MK, yang menurut tuntutan banyak pihak harus berakibat terhadap pembatalan putusan MK sebelumnya yang mengubah ketentuan mengenai syarat usia minimum calon presiden, atau berakibat tidak sahnya pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden,” kata Jimly.