Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Jimly Asshidiqie menjadi pembicara bertajuk Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik: Evaluasi dan Refleksi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres 2024 (dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Jimly Asshidiqie bicara soal munculnya gelombang kemarahan dalam politik Indonesia belakangan. Menurut Jimly, belum pernah ada gelombang kemarahan yang muncul dari kalangan elite intelektual dan para tokoh bangsa seperti saat ini.

Jimly mengatakan, saat ini ruang publik tidak dapat dirusak dengan kebencian dan kemarahan, namun harus dibalik menjadi diskusi akademik yang produktif dan bersikap menerima.

“Etik sangat beririsan dengan peradaban, sehingga etika dijadikan sebagai bahan acuan. Jika dikaitkan dengan Pilpres, maka muncullah pertanyaan apakah kita sebagai masyarakat dapat memanfaatkan momentum?" kata Jimly dalam keterangan tertulis, dikutip Rabu (1/5/2024).

1. Bahas soal perubahan UU yang libatkan Anwar Usman

Hakim Konstitusi Anwar Usman menghadiri sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (29/4/2024). (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Jimly menyinggung soal perubahan undang-undang saat menjadi pembicara pada diskusi “Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik: Evaluasi dan Refleksi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres 2024” yang diselenggarakan oleh Paramadina Institute of Ethics and Civilization (PIEC), bekerja sama dengan Yayasan Persada Hati dan Maha Indonesia, pada Selasa (30/4/2024).

Jimly menjelaskan, perubahan UU melalui perkara pengujian dinyatakan sah dan harus dijadikan rujukan dalam penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden sesuai dengan jadwal pendaftaran. Namun, menurut Jimly, proses pengambilan keputusan di antara sembilan hakim konstitusi, dinyatakan bermasalah oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).

Kondisi ini membuat Ketua MK saat itu, Anwar Usman, sebagai hakim Konstitusi harus mundur dari penanganan perkara yang tetap melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan, diberhentikan dari jabatannya sebagai ketua.

“Yang bersangkutan terbukti melakukan pelanggaran berat kode etik MK, yang menurut tuntutan banyak pihak harus berakibat terhadap pembatalan putusan MK sebelumnya yang mengubah ketentuan mengenai syarat usia minimum calon presiden, atau berakibat tidak sahnya pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil Presiden,” kata Jimly.

2. Etika jadi kunci kemajuan bangsa

Jimly Asshidiqie menjadi pembicara bertajuk Etika, Hukum dan Masa Depan Demokrasi Politik: Evaluasi dan Refleksi Keputusan Mahkamah Konstitusi tentang Pilpres 2024 (dok. Istimewa)

Kondisi tersebut menurut Jimly, menjadi dasar munculnya kebencian dan kemarahan. Julukan-julkan juga muncul dari MK seperti Mahkamah Keluarga atau bahkan "Mahkamah Kentut".

Jimly menegaskan, etika menjadi kunci bagi kemajuan peradaban. Ketuhanan, keadilan dan keadaban merupakan Trisila kunci dalam menentukan ketinggian kualitas peradaban umat manusia sepanjang sejarah menurut Jimly.

“Etika atau adab adalah kunci bagi kemajuan tingkat peradaban bangsa di masa depan. Adab atau keadaban kemanusiaan harus dipahami beririsan dengan prinsip keadilan dan bahkan ketuhanan dalam kehidupan umat manusia," ujar Jimly.

3. Kemunduran demokrasi dunia

tinta bukti ikut serta pemilu 2024 (dok. pribadi/Swastiti)

Jimly menilai, saat ini tengah terjadi gelombang democratic regression di seluruh dunia. Jimly menilai ini sebagai tren kemunduran demokrasi di seluruh dunia.

"Khususnya di Indonesia, budaya politik kita saat ini adalah kerajaan hanya namanya saja republik,” kata Jimly.

Jimly juga menyinggung soal sembilan naga yang dinilainya berusaha menguasai seluruh sektor dengan munculnya oligarki dan totalitarianisme baru.

"Setelah menguasai media, berusaha menguasai gerakan civil society, setelah itu baru akan membuat partai setelah menguasai suara masyarakat. Sehingga etika berbangsa dan bernegara perlu diperbaiki dan ditata, karena ini merupakan gejala baru yang terjadi di dunia termasuk Indonesia.” kata Jimly.

Editorial Team

EditorSunariyah