Jimmly Asshiddiqie Dorong DPR Gunakan Hak Angket, Sejarah Era Jokowi

Jakarta, IDN Times - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimmly Asshiddiqie mendorong supaya hak angket yang merupakan hak konstitusional DPR dapat dimanfaatkan oleh fraksi partai politik di parlemen.
Menurut dia, hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu mesti digunakan supaya menjadi catatan sejarah bagi 10 tahun pemerintah Presiden Joko "Jokowi" Widodo. Sebab, semua presiden setelah era reformasi juga diangket oleh DPR RI.
"Adanya hak angket ini misalnya terjadi saya malah apresiasi supaya dalam catatan sejarah, di eranya pemerintahan Jokowi ada hak angket dipakai," kata Jimmly Asshiddiqie di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (26/2/2024).
"Masa 10 tahun terakhir nggak pernah ada angket dipakai oleh DPR jadi nggak apa-apa ini bagus-bagus aja," imbuhnya.
1. Hak angket tak bisa makzulkan presiden

Kendati, Jimmly menggarisbawahi bahwa hak angket bukan merupakan upaya memakzulkan Presiden Jokowi dari jabatannya. Menurut dia, pemakzulan dan hak angket merupakan sesuatu hal yang berbeda.
Hak angket ini dilakukan untuk menemukan pelanggaran hukum, termasuk adanya unsur pidana. Maka sesudah itu dapat dilaporkan ke penegak hukum.
Bicara mengenai kecurangan pemilu menurut dia sudah ada mekanismenya masing-masing, misalnya pidana pemilu maka diproses di Gakkumdu. Adapun kecurangan pemilu dapat diproses di Bawaslu. Selanjutnya, sengketa hasil pemilu dapat digugat di Mahkamah Konstitusi (MK).
"Berapa jumlah suara siapa yang harus duduk di kursi, nah itu betul-betul objek perkara di MK jadi sudah ada mekanismenya," ucapnya.
2. Pemerintah harus hadiri panggilan DPR saat hak angket berlangsung

Hak angket DPR bertujuan untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Karena itu, dia menilai pemerintah tidak boleh takut atas wacana munculnya hak angket yang pertama kali diusulkan oleh capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo.
Pemerintah menurut dia bisa menjelaskan bagaimana perannya dalam pelaksanaan pemilu. Misalnya pemerintah bertanggung jawab menerbitkan undang-undang bersama DPR.
"Jadi angket itu sebagai panitia untuk menyelidiki ya enggak apa-apa, misalnya nanti pemerintah dipanggil dengan panggilan paksa, harus datang," kata dia.
Termasuk memastikan anggaran pemilu melalui APBN. Kemudian penyusunan struktur organisasi KPU, Bawaslu, dan DKPP yang dituangkan ke dalam peraturan presiden.
Kemudian KPU atau Bawaslu yang mengeluarkan peraturan dalam urusan kepemiluan yang menjadi tanggungjawab lembaga tersebut. Jimmly menjelaskan, pada dasarnya KPU, Bawaslu, dan DKPP merupakan cabang keempat setelah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif.
"Kenapa dia cabang keempat? Karena eksekutif itu peserta pemilu, presiden itu peserta pemilu, legislatif peserta pemilu, kekuasaan Kehakiman yudikatif itu mengadili proses dan hasil pemilu maka KPU itu lembaga independen sendiri," ucapnya.
3. Mahfud MD tepis narasi hak angket tak cocok untuk pemilu

Terpisah, Mantan Menko Polhukam Mahfud MD menyentil pihak-pihak yang santer menebar narasi bahwa hak angket tidak cocok digunakan untuk memeriksa dugaan kecurangan pemilu.
"Itu tinggal politiknya saja kalau bolehnya sangat-sangat boleh. Jadi sekarang seakan disebarkan pembicaraan juru bicara untuk mengatakan angket itu tidak cocok untuk pemilu. Siapa bilang tidak cocok, bukan pemilunya, tapi kebijakannya yang berdasarkan kewenangan tertentu," kata dia.
Kendati, capres nomor urut tiga itu menuturkan, pengusulan hak angket ini bergantung pada ranah partai politik, khususnya anggota DPR. Oleh karena itu, Mahfud menegaskan dirinya tak punya andil untuk mengajukan hak angket.
"Itu urusan DPR dan parpol ya, saya gak ikut di situ, karena saya tidak punya wewenang untuk melakukan itu, tapi kalau sebagai ahli hukum saya ditanya apakah boleh, amat sangat boleh," kata dia.