Jakarta, IDN Times - Presiden Joko "Jokowi" Widodo terus mendesak DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Dengan adanya aturan itu, diharapkan para koruptor bakal jera berbuat korupsi lantaran majelis hakim bisa menjatuhkan tak hanya hukuman bui tetapi juga aset mereka dapat dirampas negara.
RUU itu sempat tak diacuhkan oleh anggota DPR pada 2021 lalu. Namun, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, kemudian mengajukan kembali RUU Perampasan Aset pada Agustus 2022 lalu agar segera disahkan parlemen.
"Presiden kan sudah menegaskan dalam pidato peringatan hari anti korupsi bahwa pemerintah sungguh-sungguh menyelesaikan tentang RUU Perampasan Aset untuk tindak pidana. (Naskah) itu sudah diterima oleh DPR. Presiden akan mendorong agar RUU disahkan secepatnya," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, dikutip dari YouTube Kemenko Polhukam, Minggu, (18/9/2022).
Mahfud sepakat dengan sikap yang ditunjukkan oleh Jokowi. Menurutnya, apabila RUU Perampasan Aset disahkan, justru memberi banyak keuntungan bagi rakyat Indonesia.
"Yang dirugikan adalah mereka yang berbuat korupsi dan yang diuntungkan adalah negara," kata dia.
Mahfud menyebut, perkembangan pengesahan RUU itu terus dipantau oleh Presiden Jokowi. Bahkan Jokowi pernah bertanya kepada Mahfud soal kemajuan pengesahan RUU tersebut.
"Saya katakan untuk RUU Perampasan Aset sudah masuk ke dalam Prolegnas 2022. Semula, pemerintah mengajukan dua RUU. Pertama, RUU Perampasan Aset dan kedua, RUU Pembatasan Pembelanjaan Uang Kartal," katanya.
Lalu, mengapa yang dibahas di DPR adalah RUU Perampasan Aset saja? Bagaimana dengan nasib RUU Pembatasan Pembelanjaan Uang Kartal?