Jokowi Kaget Lulusan S2 Sedikit, Anies: Harusnya Disorot dari Dulu

Jakarta, IDN Times - Calon presiden nomor urut satu, Anies Baswedan, merespons keluhan Presiden Joko "Jokowi" Widodo soal masih rendahnya masyarakat Indonesia yang memiliki gelar master atau doktor. Ia membandingkan jumlahnya kalah jauh dengan SDM yang dimiliki oleh Malaysia dan Vietnam.
Anies pun bingung mengapa hal tersebut baru menjadi perhatian Jokowi sekarang. Sebab, hal tersebut sudah menjadi fakta sejak lama dan seharusnya sudah dibahas dari dulu.
"Ini seharusnya yang dibahas kemarin-kemarin. Jadi, ya memang itu faktanya yang ada di kita. Itu lah sebabnya, bagaimana kita memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan. Begitu juga dengan sektor kesehatan dan komitmen kami terhadap pembangunan," ujar Anies di Sorong, Papua pada Selasa (16/1/2024).
Ia menambahkan pentingnya menyoroti bukan hanya pada pembangunan infrastruktur yang menopang manusia saja yang jadi fokusnya. Tetapi, juga yang menentukan kualitas manusianya.
"Kota itu disebut hidup dan mati bukan karena ada gedung atau tidak ada gedung. Walaupun gedungnya penuh, jalannya baik, kalau gak ada orangnya maka disebut juga kota mati. Jadi, yang menentukan adalah manusia dan kualitas manusia untuk tingkat pendidikan," tutur mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
Ia bahkan menyebut isu pendidikan sudah menjadi masalah sejak lama di Tanah Air. Sehingga, seharusnya sudah menjadi sorotan sejak lama.
"Harusnya kan sudah jadi perhatian dari kemarin-kemarin. Ini kan sudah 2024," katanya lagi.
1. Jumlah SDM Indonesia yang punya gelar master dan doktor kurang dari 1 juta

Sementara, merujuk data Kementerian Dalam Negeri pada 2022, jumlah SDM Indonesia yang merupakan lulusan S2 mencapai 882.113. Sedangkan, yang menggenggam gelar doktor mencapai 63.315.
Jika dirasiokan dengan jumlah penduduk usia produktif yang sebanyak 194,48 juta, maka penduduk di Tanah Air yang lulus S2 sebesar 0,45 persen. Sementara, rasio penduduk dengan lulusan S3 hanya sebesar 0,03 persen pada 2022.
Di sisi lain, Anies mengakui biaya pendidikan di Tanah Air masih tergolong mahal. Keluhan serupa juga ia dengar ketika berkampanye di Sorong, Papua pada Selasa kemarin.
"Saya bertemu dengan ibu-ibu dan anak-anaknya. Ini kan hari sekolah dan belajar tapi justru mereka tidak sekolah. Keluhannya karena biayanya yang mahal. Terus, saya tanyakan sekolahnya di swasta atau negeri, dan dijawab sekolah negeri," kata Anies.
Fenomena di lapangan tersebut, ujarnya, sering kali berbeda dengan hasil survei yang menyatakan tingkat kepuasan tinggi.
"Jadi, sering kali kalau kita mengatakan 'oh, puas' tapi begitu dicek di lapangan bagaimana kondisi pendidikan, kesehatan, ternyata jauh dari kata memuaskan," tutur dia.
2. Anies janjikan warga bisa akses biaya pendidikan berkualitas dan murah

Lantaran melihat kenyataan itu, Anies menjanjikan warga di Sorong bisa mengakses ke pendidikan berkualitas dengan harga terjangkau. Hal ini untuk mencegah agar tidak ada lagi anak-anak yang tak bersekolah.
"Kami berkomitmen tentang akses ke pendidikan berkualitas dengan biaya rendah. Supaya anak-anak bisa tetap bersekolah sampai tuntas. Itu komitmen kami khususnya di kawasan-kawasan seperti di Papua," kata mantan Gubernur DKI Jakarta itu.
Menurutnya, peningkatan kualitas SDM dan sektor kesehatan menjadi penopang suatu kota.
3. Jokowi kaget lulusan S2 dan S3 di Indonesia kalah jauh dari Malaysia serta Vietnam

Sebelumnya, Presiden Widodo mengaku kaget dengan data rasio jumlah lulusan S2 dan S3 Indonesia terhadap penduduk produktif. Dia menyebut Indonesia kalah dari Malaysia dan Vietnam.
Jokowi mengatakan rasio lulusan S2 dan S3 terhadap penduduk produktif di Malaysia dan Vietnam mencapai lima kali lipat dari Indonesia.
"Saya kaget Indonesia di angka 0,45 persen. Negara tetangga kita, Vietnam dan Malaysia, sudah di angka 2,43 persen. Negara maju 9,8 persen. Jauh sekali," kata Jokowi pada pembukaan Konvensi Kampus XXIX dan Temu Tahunan Forum Rektor Indonesia di Surabaya, pada Senin kemarin.