Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Ilustrasi jurnalis (IDN Times/Lia Hutasoit)
Ilustrasi jurnalis (IDN Times/Lia Hutasoit)

Intinya sih...

  • Ancaman, kekerasan, dan intimidasi jadi tanda kebebasan pers belum terpenuhi

  • Ruang bagi perempuan di dunia jurnalisme belum sepenuhnya aman dan setara

  • Minta pemerintahan bisa pastikan perlindungan yang komprehensif bagi jurnalis perempuan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis diperingati setiap 2 November. Komnas Perempuan mencatat, pada 2023-2024 ada enam pengaduan kekerasan terhadap jurnalis perempuan. Sementara data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menunjukkan, sepanjang 2024, ada 73 kasus kekerasan jurnalis. Pelakunya beragam, mulai dari aparat, pejabat publik, hingga kelompok masyarakat.

Komnas Perempuan mengungkapkan, jurnalis perempuan menghadapi risiko berlapis karena profesi dan gendernya secara bersamaan.

"Bentuk kekerasan yang dialami meliputi pelecehan daring, ancaman seksual, doxing, dan serangan terhadap reputasi pribadi yang berdampak serius pada keamanan, kesehatan mental, dan keberlanjutan karier mereka,” kata Wakil Ketua Komnas Perempuan Dahlia Madanih, Selasa (4/11/2025).

1. Ancaman, kekerasan, dan intimidasi jadi tanda kebebasan pers belum terpenuhi

Ilustrasi Pers (IDN Times/Mardya Shakti)

Komnas Perempuan mencatat, dinamika sosial dan politik di ruang publik meningkatkan partisipasi warga sekaligus kerentanan kebebasan sipil dan hak menyampaikan pendapat. Maka, korelasinya peran jurnalis juga jadi penting untuk hadirkan informasi.

Namun, kerja jurnalis tidak mulus. Ancaman, kekerasan, dan intimidasi jadi tanda kebebasan pers belum sepenuhnya terlindungi, bukan hanya jadi masalah nasional namun global.

2. Ruang bagi perempuan di dunia jurnalisme belum sepenuhnya aman dan setara

Ilustrasi gender (IDN Times/Aditya Pratama)

Komnas Perempuan mengungkapkan, kekerasan pada jurnalis perempuan menunjukkan masih kuatnya ketimpangan gender di dunia media. Ruang bagi perempuan di dunia jurnalisme belum sepenuhnya aman dan setara, baik dalam bentuk perlakuan di lapangan maupun perlindungan dari serangan berbasis gender.

Fenomena ini mencerminkan pandangan ini sejalan dengan Komite CEDAW dalam Rekomendasi Umum No. 35 Tahun 2017 yang menyatakan, kekerasan terhadap perempuan yang bekerja di ruang publik, termasuk jurnalis dan pembela HAM perempuan, adalah bentuk kekerasan berbasis gender yang wajib dicegah, diselidiki dan dipulihkan oleh negara.

3. Minta pemerintah bisa pastikan perlindungan komprehensif bagi jurnalis perempuan

ilustrasi jurnalis (pexels.com/Fox)

Komnas Perempuan meminta pemerintah bisa pastikan perlindungan yang komprehensif bagi jurnalis, khususnya jurnalis perempuan. Hal itu dilakukan lewat mekanisme penegakan hukum yang transparan, responsif gender, serta berorientasi pada pemulihan korban.

Negara juga diharapkan bisa perkuat sistem pencegahan kekerasan di ruang digital dan melibatkan lembaga pers serta masyarakat sipil dalam memastikan kebebasan pers.

“Mengakhiri impunitas atas kekerasan terhadap jurnalis adalah bagian dari memastikan ruang demokrasi yang aman bagi semua. Perlindungan terhadap jurnalis perempuan tidak hanya soal kebebasan pers, tetapi juga tentang keadilan gender dan hak asasi manusia,” ujar Komisioner Komnas Perempuan Yuni Asriyanti.

Editorial Team