Jakarta, IDN Times - Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Dr. Pandu Riono menyayangkan mengapa media tidak kritis dan mempertanyakan keampuhan obat COVID-19 yang dibuat oleh para peneliti Universitas Airlangga dengan menggandeng Badan Intelijen Negara dan BNPB. Pada (12/6) lalu, Ketua Pusat Penelitian dan Pengembangan Stem Cell Unair, Dr. Purwati mengklaim obat yang bertuliskan "COVID-19" di kotaknya itu ampuh untuk membunuh penyakit yang disebabkan virus Sars-CoV-2.
Menurut Pandu, cara media yang ikut mempromosikan obat itu menyebabkan pola pikir yang keliru di masyarakat. Seolah-olah obat untuk memulihkan pasien COVID-19 sudah ditemukan.
"Seharusnya mempertanyakan apakah betul obat itu bermanfaat, sehingga sempat menjadi isu besar. Akhirnya pemerintah harus turun tangan dan mengatakan klaim itu tidak benar. Itu cuma racikan puyer aja dan diset. Sudah ada kotaknya juga," ungkap Pandu ketika berbicara di program Ngobrol Seru by IDN Times dengan tajuk "100 Hari Pandemik Global - Workshop Meliput COVID-19" yang tayang secara daring di YouTube pada (20/6) lalu.
Menurut Pandu, di dalam kotak yang sempat diklaim terdapat obat COVID-19 itu tidak ada apa-apa. Hanya kotak kosong.
"Semua orang lantas percaya bahwa itu akan diproduksi (dalam jumlah besar) dan sebagainya," kata dia lagi.
Lalu, apa kata BIN yang turut terlibat dalam proses produksi obat tersebut? Mengapa pula institusi pemerintah di bidang intelijen bisa ikut terlibat dalam mengatasi pandemik COVID-19?