Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Saldi Isra, UU TNI
Hakim konstitusi, Saldi Isra ketika menyidangkan uji materiil Undang-Undang TNI di Mahkamah Konstitusi (MK). (Tangkapan layar YouTube MK)

Intinya sih...

  • Hakim konstitusi pertanyakan seleksi internal di lingkungan TNI

  • Koalisi masyarakat sipil mengajukan 13 petitum di ruang sidang

  • Kepala BNPB akhirnya minta maaf atas pernyataannya yang menyebut situasi banjir di Sumatra hanya mencekam di media sosial saja

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Ada momen menarik dalam sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Rabu, 3 Desember 2025, yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil. Sebab, Hakim Konstitusi Saldi Isra turut menyinggung mengenai sikap perwira tinggi (pati) TNI aktif dalam menangani banjir hebat di Pulau Sumatra.

Saldi menyentil Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letnan Jenderal TNI Suharyanto yang sempat meremehkan kondisi banjir di tiga provinsi. Jenderal bintang tiga TNI itu mengatakan, kondisi mencekam banjir Sumatra hanya terlihat di media sosial saja. Kondisi sesungguhnya di lapangan tidak sesuai dengan kondisi di medsos. Dalam pandangan Saldi, tak seharusnya pati aktif TNI berkomentar seperti itu di ruang publik.

"Ini saya nih agak merasa sedih juga melihat pernyataan seorang perwira tinggi TNI mengenai bencana di Sumatra Barat itu. Kita kan sebetulnya berpikir ini (pati TNI yang bertugas di luar TNI) diseleksi secara benar atau tidak? Masak bencana dikatakan hanya ribut di medsos saja. Itu salah satu poin dari seseorang yang berasal dari daerah bencana," ujar Saldi di ruang sidang MK seperti dikutip pada Kamis (4/12/2025).

Sebagai orang Minang, Saldi menilai pernyataan itu penting disampaikan agar bisa dijadikan refleksi bagi TNI. Agenda di dalam persidangan pada Rabu kemarin yaitu mendengarkan keterangan dari DPR dan Presiden.

Seperti uji materiil atau formil lainnya UU TNI, baik pemerintah dan parlemen turun dengan kekuatan penuh. Kehadiran Presiden diwakili oleh dua Wakil Menteri yakni Wamen Hukum Eddy Hiariej dan Wamen Pertahanan Donny Ermawan Taufan. Sedangkan DPR diwakili oleh Ketua Komisi I, Utut Adianto.

1. Hakim konstitusi pertanyakan seleksi internal yang dilakukan di lingkungan TNI

Ilustrasi Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta Pusat. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Lebih lanjut, komentar Saldi untuk merespons keterangan yang disampaikan oleh Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej di ruang sidang. Eddy sempat menyinggung mengenai penempatan prajurit TNI aktif di 14 instansi sipil. Hal itu tertuang di dalam Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2025.

Poin tersebut disinggung karena pemohon meminta agar prajurit TNI ditarik bertugas dari Kejaksaan, Sekretariat Negara dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

Ia mengatakan, penempatan prajurit TNI aktif di instansi sipil didasarkan pada permintaan kementerian atau lembaga kepada Panglima TNI. Sehingga, keberadaan prajurit TNI di 14 instansi sipil didasari adanya kebutuhan dari kementerian atau lembaga bersangkutan.

"Jadi, itu bukan berdasarkan permintaan TNI," ujar Eddy.

Ia menambahkan, sebelum prajurit TNI aktif dikirim maka mereka diminta untuk mengikuti seleksi terbuka pada kementerian atau lembaga sipil sesuai Pasal 47 ayat (1) UU TNI. "Harus dilakukan seleksi internal di lingkungan TNI terlebih dahulu. Dengan demikian, ketentuan Pasal 47 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 2025 merupakan norma yang secara jelas dan tegas mengatur pembatasan kepada prajurit TNI aktif dalam menduduki jabatan pada kementerian atau lembaga," tutur dia.

Ada dua seleksi yang dilewati oleh prajurit TNI sebelum bisa menduduki jabatan sipil. Pertama, seleksi internal di lingkungan TNI dan kedua, seleksi terbuka di kementerian atau lembaga.

Saldi pun kemudian merespons dengan meminta kepada Wamenhan Donny untuk melampirkan contoh surat permintaan dari instansi sipil yang berisi permintaan prajurit TNI agar bisa menduduki jabatan tertentu.

Terkait dengan seleksi internal yang disebut oleh Wamenkum Eddy, Saldi terlihat meragukan proses seleksi yang berlangsung. Sebab, Letjen TNI Suharyanto memberikan pernyataan terkait bencana yang dinilai kurang peka terhadap situasi bencana.

2. Koalisi masyarakat sipil mengajukan 13 petitum di ruang sidang

Ilustrasi gedung Mahkamah Konstitusi (MK). (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Gugatan uji materiil Undang-Undang TNI disampaikan oleh koalisi masyarakat sipil untuk reformasi keamanan dan dicatat dengan Nomor 197/PUU-XXIII/2025.

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Gina Sabrina, mewakili koalisi membacakan 13 petitum yang diajukan kepada Mahkamah Konstitusi. Dalam permohonannya, Koalisi Masyarakat Sipil meminta MK untuk mengabulkan seluruh pengujian undang-undang yang diajukan, karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

"Kami hanya mendorong satu tujuan, yakni mendorong TNI yang profesional dan menegakkan supremasi sipil serta negara yang demokratis," ujar Gina pada 5 November 2025.

Berikut isi 13 petitum yang diajukan oleh koalisi masyarakat sipil:

  1. Menerima dan mengabulkan seluruh permohonan pengujian undang-undang yang diajukan para pemohon

  2. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai sebagai "membantu pelaksanaan fungsi pemerintah dalam situasi dan kondisi yang memerlukan sarana, alat, dan kemampuan TNI untuk menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi, antara lain membantu mengatasi akibat bencana alam dan merehabilitasi infrastruktur"

  3. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 9 UU No. 3 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana dalam poin sebelumnya

  4. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU No. 3 Tahun 2025 bertentangan dengan UUD 1945.

  5. Menyatakan Pasal 7 ayat (2) huruf b angka 15 UU No. 3 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

  6. Menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 sepanjang frasa “pelaksanaan operasi militer selain perang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah atau peraturan presiden kecuali untuk ayat (2) huruf b angka 10” bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dibaca bahwa pelaksanaan OMSP dilakukan berdasarkan keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR

  7. Menyatakan Pasal 7 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 dalam frasa yang sama tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai pelaksanaannya berdasarkan keputusan Presiden dengan pertimbangan DPR.

  8. Menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2025 sepanjang frasa “Kesekretariatan Presiden dan Narkotika Nasional dan Kejaksaan Republik Indonesia” bertentangan dengan UUD 1945.

  9. Menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU No. 3 Tahun 2025 sepanjang frasa yang sama tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

  10. Menyatakan Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e, dan Pasal 53 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 tentang Perubahan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945.

  11. Menyatakan Pasal 53 ayat (2) huruf b, c, d, e, dan Pasal 53 ayat (4) UU No. 3 Tahun 2025 tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

  12. Menyatakan Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI bertentangan dengan UUD 1945.

  13. Menyatakan Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI tidak memiliki kekuatan hukum mengikat

3. Kepala BNPB akhirnya minta maaf

Kepala Badan Nasional dan Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Suharyanto (tengah) ketika memberikan keterangan pers. (Tangkapan layar YouTube BNPB)

Kepala Badan Nasional dan Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto akhirnya meminta maaf usai dihujat di media sosial, karena pernyataannya yang menyebut situasi banjir di Sumatra hanya mencekam di media sosial saja. Ia mengaku keliru ketika menyaksikan sendiri kondisinya di lapangan.

“Saya surprise (terkejut), saya tidak mengira (bencana banjir) sebesar ini. Saya tidak mengira sebesar ini. Saya mohon maaf Pak Bupati. Bukan berarti kami tak peduli," ujar Suharyanto usai meninjau banjir di Tapanuli Selatan pada Minggu, 30 November 2025.

Ia memastikan seluruh upaya penanganan pascabencana banjir bandang terus dilakukan pemerintah termasuk pemenuhan logistik.

Editorial Team