Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kala Hakim MK Soroti Aksi Menolak RUU TNI di Hotel Fairmont yang Viral

IMG-20250715-WA0014.jpg
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Guntur Hamzah (YouTube/MK)
Intinya sih...
  • Hakim MK soroti aksi interupsi di Hotel Fairmont
  • Guntur Hamzah tanya Andrie Yunus terkait aksi yang dipuji banyak orang dan jadi pertimbangan MK
  • Andrie serahkan rekaman video aksi tolak RUU TNI ke MK sebagai pertimbangan perkara

Jakarta, IDN Times - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Guntur Hamzah, menyoroti aksi yang dilakukan oleh Wakil Koordinator Bidang Eksternal Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Andrie Yunus, saat melakukan interupsi dalam rapat Komisi I DPR membahas revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta pada 15 Maret 2025 lalu.

Hal tersebut diungkapkan dalam sidang lanjutan perkara Nomor 81/PUU-XXIII/2025 terkait uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia UU TNI di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025). Andrie sendiri dihadirkan dalam persidangan sebagai Saksi.

1. Hakim MK tanya soal aksi di Hotel Fairmont yang dipuji banyak orang

Kepala Divisi Hukum KontraS, Andri Yunus (kiri) ketika menunjukkan surat penolakan terbuka terhadap revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)
Kepala Divisi Hukum KontraS, Andri Yunus (kiri) ketika menunjukkan surat penolakan terbuka terhadap revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. (IDN Times/Santi Dewi)

Dalam kesempatan itu, Guntur melontarkan pertanyaan kepada Andrie mengenai aksi tersebut. Sebab, aksi yang diinisiasi Koalisi Masyarakat Sipil itu mendapat pujian dari masyarakat luas.

"Saudara Andrie Yunus, ini saya baru ingat kembali yang baru masuk di Fairmont ya? Ruang sidang itu. Orang mengatakan keren gitu ya, karena masuk di ruang sidang," ujar Guntur.

2. Jadi pertimbangan MK

Hakim Konstitusi M Guntur Hamzah dan Panitera MK Muhidin saat Sidang Pengucapan Putusan Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jumat (14/04). (Doc: Humas MK)

Dalam kesempatan itu, Guntur pun menanyakan lebih lanjut terkait aksi yang dilakukan Andrie bersama rekannya. Mulai dari momen apa yang sedang berlangsung dalam rapat konsyinering saat melalukan interupsi, pelaksanaan rapat digelar terbuka atau tertutup, hingga apa yang terjadi dengan sidang kala itu usai Andrie melakukan interupsi. Menurut Guntur keterangan ini penting untuk diketahui guna pertimbangan Mahkamah.

"Apakah setelah kejadian kedatangan yang sempat viral itu apakah rapat konsinyering itu tetap berlangsung? Setelah mungkin beberapa menit rehat karena ada kejadian saksi yang masuk dalam rapat konsinyering? Atau kemudian rapat itu kemudian terhenti dan tidak berlanjut?," lanjut Guntur.

Kemudian, Andrie mengaku melihat total 50 hingga 60 orang dalam ruang rapat ketika ia masuk ke dalam ruangan. Sementara di layar ditampilkan Daftar Inventarisasi Masalah. Di saat bersamaan, Ketua Komisi I DPR RI Utut Ardianto sedang menyampaikan pernyataan.

Andrie lantas mengaku tidak tahu pasti apakah rapat konsinyering tersebut merupakan agenda yang terbuka atau tertutup. Oleh sebab itu, ia bersama rekannya mendatangi hotel yang berlokasi di kawasan Tanah Abang, Jakarta Pusat itu.

"Tapi yang saya pahami semestinya rapat-rapat yang dilakukan untuk membahas proses pembentukan peraturan perundang-undangan dilakukan terbuka, makanya saya datang ke rapat konsinyering di hotel Fairmont," tegasnya.

3. Saksi serahkan video aksi tolak RUU TNI di Hotel Fairmont ke MK

IMG-20250714-WA0013.jpg
Andrie Yunus, Wakil Koordinator Bidang Eksternal KontraS (YouTube/MK)

Sementara dalam persidangan, Andrie menyerahkan rekaman video ke MK yang berisi rekaman saat menggelar aksi interupsi tolak RUU TNI di Hotel Fairmont tersebut. Ia berharap, video tersebut bisa jadi pertimbangan MK dalam memutuskan perkara.

"Aksi interupsi ini tak berlangsung lama hanya kira-kira selama 10 menit. Kami juga akan melampirkan video interupsi ini ke mahkamah, guna dijadikan dasar pertimbangan kelak," kata dia.

Andrie juga memaparkan, koalisi masyarakat sipil sempat melakukan pembahasan internal yang pada akhirnya menyepakati menggelar aksi untuk menginterupsi pembahasan RUU TNI, yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah secara tertutup di Hotel Fairmont.

"Rapat yang saat itu sedang berlangsung, di mana terlihat Ketua Komisi I DPR RI sedang berbicara menggunakan mikrofon, sambil memegang poster dan surat terbuka, kami masuk ke dalam tempat rapat dan langsung menyampaikan pesan, 'selamat sore bapak ibu kami dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan pemerhati di bidang pertahanan kami menuntut agar proses pembahasan revisi UU TNI dihentikan karena tidak sesuai proses legislasi karena diadakan tertutup'," kata dia.

"Tak lama koalisi langsung diusir paksa, saya ditarik dan didorong oleh pihak yang mengamankan kegiatan tersebut, sehingga menyebabkan saya dan seorang jurnalis terhempas jatuh ke lantai. Koalisi pun tetap memberikan peringatan terhadap seluruh peserta rapat dari balik pintu ruangan sambil meneriakkan tolak RUU TNI, tolak Dwi Fungsi ABRI, hentikan pembahasan RUU TNI," sambung Andrie.

Adapun, Pemohon dalam perkara ini diajukan oleh berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM). Para Pemohon perkara ini ialah Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (Imparsial), Perkumpulan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) beserta perseorangan lainnya Inayah WD Rahman, Eva Nurcahyani, dan Fatiah Maulidiyanty. Menurut para Pemohon, UU TNI tersebut tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang sebagaimana diatur UUD NRI Tahun 1945.

Para Pemohon mengatakan, revisi UU TNI tidak terdaftar dalam prolegnas prioritas DPR RI Tahun 2025 serta tidak menjadi RUU prioritas pemerintah bahkan hingga 2029. Revisi UU TNI pun bukan carry over, karena syarat yang harus dipenuhi untuk menjadikan suatu RUU carry over adalah adanya kesepakatan antara DPR, presiden, dan/atau DPD untuk memasukkan kembali RUU ke dalam daftar prolegnas jangka menengah dan/atau prioritas tahunan. Sedangkan, tidak ada revisi UU TNI dalam Keputusan DPR yang berisikan 12 RUU carry over dalam prolegnas tahunan 2025 dan prolegnas 2025-2029.

Para Pemohon menuturkan, proses pembahasan revisi UU TNI sengaja menutup partisipasi publik, tidak transparan, dan tidak akuntabel sehingga menimbulkan kegagalan pembentukan hukum. Segala dokumen pembentukan revisi UU TNI mulai dari naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM), hingga undang-undang itu sendiri tidak dapat diakses oleh publik.

Dalam petitumnya, para Pemohon meminta agar MK menyatakan pembentukan UU TNI tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang menurut UUD 1945, menyatakan UU TNI tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, serta menyatakan UU TNI berlaku kembali. Sementara dalam provisinya, para Pemohon memohon kepada MK untuk menyatakan UU TNI ditunda pemberlakuannya sampai dengan adanya putusan akhir MK. Selain itu juga, memerintahkan presiden/DPR untuk tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru maupun tidak mengeluarkan kebijakan dan/atau tindakan strategis yang berkaitan dengan pelaksanaan UU TNI baru ini.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us