Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
(IDN Times/Santi Dewi)
Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Mayjen TNI Freddy Ardianzah (memegang mikrofon) didampingi Wakil Kepala Pusat Penerangan, Brigjen Osmar Silalahi (kanan) dan Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Laksamana Pertama Tunggul (kiri). (IDN Times/Santi Dewi)

Intinya sih...

  • TNI menegaskan menerapkan meritokrasi dalam promosi dan rotasi

  • Koalisi sipil menilai kenaikan pangkat tidak berdasarkan meritokrasi

  • Koalisi Masyarakat Sipil mendesak penggunaan prinsip meritokrasi dalam promosi dan mutasi di tubuh TNI

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen TNI Freddy Ardianzah mengatakan, promosi dan rotasi di tubuh TNI sudah menerapkan prinsip meritokrasi. Ia mencontohkan yang terjadi di Pusat Penerangan Mabes TNI, Cilangkap.

"Beberapa kali pimpinan TNI termasuk saya, itu masuk hitungan junior. Sebelumnya Kapuspen (Kepala Pusat Penerangan) (lulusan akademi militer) leting 89 (Nugraha Gumilar), kemudian diganti leting 91 (Hariyanto), kemudian ke leting 97 (Kristomei Sianturi). Nah, dari leting 91 ke 97 (menjadi Kapuspen), itu kan jaraknya jauh sekali," ujar Freddy di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (9/10/2025).

"Itu ada enam leting, enam angkatan yang dilalui dari leting 91 ke leting 97 (ketika menjabat Kapuspen). Itu kan berarti menunjukkan bahwa Bapak Panglima TNI sudah menerapkan itu," imbuhnya.

Freddy sendiri merupakan lulusan Akademi Angkatan Laut (AAL) tahun 1998. Ia kini sudah menyandang jenderal bintang dua.

"Jadi, dari Pak Kristomei (Kapuspen) baru ke saya. Jadi, dari leting 89 ke leting 91 lalu ke leting 97. Berarti kan Bapak Panglima TNI sudah menerapkan itu (meritokrasi)," katanya.

Pernyataan itu disampaikan Freddy ketika ditanya mengenai instruksi Presiden Prabowo Subianto kepada pimpinan TNI agar tak hanya mengedapankan senioritas dalam menentukan promosi dan mutasi di institusi militer tersebut. Prabowo meminta agar mengutamakan keteladanan, prestasi dan cinta Tanah Air.

1. TNI tepis terapkan subyektivitas dalam promosi dan rotasi

Prajurit TNI ketika berkeliling saat melakukan patroli skala besar di Jakarta. (Dokumentasi TNI AD)

Lebih lanjut, Jenderal dari satuan Marinir itu menggarisbawahi, selama ini dalam proses mutasi dan rotasi tak lagi berdasarkan subyektivitas. Melainkan kemampuan dan profesionalisme.

"Jadi, kami tetap mengutamakan kompetensi," katanya.

Namun, koalisi masyarakat sipil tidak sepakat dengan pandangan itu. Sebab, yang terjadi di lapangan berbeda.

Menurut mereka, promosi dan rotasi di tubuh TNI mengedepankan faktor politis dan kedekatan politik. Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, menilai meritokrasi di tubuh TNI tidak berjalan. Hal itu karena adanya intervensi kekuasaan yang lebih dominan ketimbang kompetensi, pengalaman, dan profesionalitas.

"Masalah utamanya adalah politik. Di mana sejak era Presiden Jokowi hingga saat ini pertimbangan promosi prajurit TNI lebih banyak karena kedekatan politik," ujar Julius dalam keterangan pada Rabu, 8 Oktober 2025.

2. Kenaikan pangkat Letkol Teddy Indra Wijaya jadi contoh tak ada meritokrasi di tubuh TNI

Kegiatan lari 8,0 kilometer dipantau langsung oleh Sekretaris Kabinet, Letkol Teddy Indra Wijaya dan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi. (Dokumentasi Biro Pers Sekretariat Presiden)

Koalisi sipil menilai, sejak awal Prabowo sudah mengabaikan prinsip meritokrasi, dan malah menjadikan faktor kedekatan serta kesetiaan pada kekuasaan dirinya sebagai salah satu pertimbangan untuk mutasi dan promosi di tubuh TNI. Mutasi dan promosi, menurut koalisi, dilakukan tanpa mempertimbangkan prestasi.

"Kasus kenaikan pangkat luar biasa bagi Letkol Inf Teddy Indra Wijaya menjadi contoh nyata bagaimana Presiden memangkas meritokrasi. Pengangkatan Teddy ketika itu menjadi kontroversi," kata koalisi.

Analis militer dari Universitas Nasional, Selamat Ginting, juga memiliki pendapat senada dengan Koalisi Masyarakat Sipil. Ia menilai, kenaikan pangkat Teddy Indra Wijaya dari Mayor menjadi Letnan Kolonel penuh kejanggalan. Sebab, prajurit aktif TNI Angkatan Darat (AD) itu belum memenuhi syarat dari segi pendidikan dan masa berdinas di militer untuk mendapat pangkat tersebut.

Analisa itu berbeda dari pernyataan yang disampaikan TNI AD, yang menyatakan pemberian pangkat Letkol kepada Teddy telah sesuai aturan yang ada. 

"Celakanya Teddy Indra Wijaya juga belum lulus Diklapa II. Dia juga belum mengikuti Seskoad," ujar Selamat di Jakarta pada 7 Maret 2025.

Selamat menyebut, untuk bisa mencapai pangkat Letkol, rata-rata lulusan Akmil membutuhkan waktu sekitar 18 tahun. Artinya, Teddy diperkirakan baru bisa diberikan pangkat Letkol pada 2029, itupun bila kariernya di dunia militer berjalan mulus. 

3. Koalisi Masyarakat Sipil desak promosi dan mutasi harus kembali gunakan prinsip meritokrasi

Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan gladibersih HUT ke-80 di Silang Monas, Jakarta Pusat yang akan melibatkan 130 ribu prajurit. (IDN Times/Santi Dewi)

Dalam kasus pemberian kenaikan pangkat Teddy dinilai menjadi contoh nyata kontrol sipil malah subjektif, bukan obyektif yang mengedepankan pembagian otoritas dan keahlian yang jelas. Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga melihat kontradiksi antara amanat Prabowo dengan politik hukumnya dalam merevisi Undang-Undang TNI.

Melalui UU Nomor 3 Tahun 2025 (UU TNI), para perwira senior juga diberikan kesempatan duduk lebih lama dalam pangkat jabatannya. Sebab, dalam UU baru TNI diatur soal perpanjangan masa pensiun.

"Padahal, perpanjangan pensiun yang juga menjadi salah satu faktor masalah kemandekan promosi dan mutasi berupa penumpukan pada level perwira menengah, sehingga menghambat dan menyulitkan proses regenerasi organisasi," kata koalisi.

Maka, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak agar prinsip meritokrasi kembali dijadikan panduan dalam rangka memberikan kenaikan promosi dan mutasi di tubuh TNI. Hal itu untuk menghindari terjadi kontestasi antar prajurit dengan mengabaikan penghormatan terhadap konstitusi, serta perundang-undangan yang berlaku dan penghormatan HAM.

Editorial Team