Jakarta, IDN Times - Pemerintah Amerika Serikat melalui Departemen Luar Negeri merilis dokumen laporan tahunan tentang situasi Hak Asasi Manusia (HAM) di sejumlah negara pada pekan ini.
Dalam dokumen situasi HAM di Indonesia, Negeri Paman Sam ikut menyoroti kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang dilakukan oleh mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo. Di dalam laporan setebal 48 halaman itu, Deplu AS mencatat bahwa Sambo akhirnya mengakui pembunuhan terhadap ajudannya tersebut.
"Ia juga menutupi pembunuhan itu sebagai peristiwa baku tembak," demikian yang tertulis di dalam laporan dengan judul "Indonesia 2022 Human Rights Report" , dikutip Jumat (24/3/2023).
Pembunuhan Brigadir J itu dianggap isu HAM yang signifikan yakni yang menyangkut poin pembunuhan semena-mena oleh pasukan keamanan pemerintah; penyiksaan oleh personel kepolisian; kondisi penjara yang dapat mengancam keselamatan narapidana; penahanan semena-mena; napi politik; hingga permasalahan serius terkait independensi pengadilan. Berdasarkan hasil autopsi, kata Pemerintah AS, Brigadir J menunjukkan adanya luka-luka akibat penyiksaan dan luka tembak.
"Meski motif pembunuhan yang terjadi pada 8 Juli masih belum jelas, tetapi beberapa media melaporkan bahwa Brigadir J berencana untuk membocorkan aktivitas ilegal yang dilakukan Sambo, termasuk menjadi backing lingkaran perjudian daring," demikian isi laporan yang disusun oleh Deplu AS tersebut.
Negeri Paman Sam juga mencatat bahwa Polri melakukan penyelidikan internal terhadap pihak-pihak yang diduga menutup-nutupi pembunuhan Brigadir J. Alhasil, sebanyak lebih dari 30 personel Polri ikut terjaring, itu termasuk di dalamnya satu orang jenderal bintang dua dan satu personel jenderal bintang satu.
"Namun, LSM dan akademisi menyatakan keraguannya bahwa investigasi internal itu turut menyelidiki dugaan aktivitas ilegal Sambo. Mereka meyakini Sambo telah mendapat persetujuan dari pejabat yang lebih tinggi untuk jadi backing aktivitas ilegal tersebut," tutur mereka.
Laporan terkait situasi di masing-masing negara dikumpulkan oleh Deplu AS dengan meninjau beragam informasi yang tersedia dari macam-macam sumber kredibel. Mulai dari korban pelanggaran HAM, kajian akademik, laporan dari media, organisasi internasional, dan LSM yang memiliki fokus terkait isu HAM.
"Country reports melihat lebih dari sekadar pernyataan kebijakan atau maksud untuk memeriksa laporan tentang apa yang pemerintah lakukan, atau tidak lakukan, untuk melindungi HAM. Selain itu, untuk menyampaikan akuntabilitas, termasuk sejauh mana pemerintah menyelidiki, mengadili, atau menghukum mereka yang bertanggung jawab untuk setiap pelanggaran atau penyalahgunaan," kata Deplu AS.
Apalagi temuan lain Deplu AS soal situasi HAM di Indonesia sepanjang 2022 lalu?