Mengutip laman Setneg.go.id, sebelum memutuskan untuk membeli pesawat kepresidenan, pemerintah sebelumnya telah mendapat dukungan penuh dari Komisi II DPR RI. Gagasan pesawat kepresidenan diawali pada tahun 2007 dan setelah melalui proses tender yang ketat, cermat, dan teliti, terpilihlah pabrikan Boeing.
Proses pabrikasi dan modifikasi pesawat terbang berlangsung hampir 5 tahun, pesawat BBJ-2 dibeli dengan harga sekitar US$ 89,6 juta atau sekitar Rp847 milyar (kurs 2014). Harga tersebut sudah termasuk pabrikasi, modifikasi interior dan modifikasi lainnya yang diperlukan.
Pembayaran harga pesawat dilakukan melalui skema kontrak tahun jamak dari tahun 2010 hingga tahun 2014. Selain itu pesawat BBJ-2 juga telah di rancang dan didesain sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi persyaratan untuk menunjang pelaksanaan tugas kenegaraan Presiden.
Mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi dalam sambutannya menyebutkan, ada tiga hal mendasar yang menjadi pertimbangan dan sejumlah keunggulan kita memiliki pesawat kepresidenan.
Pertama, dari sisi anggaran negara, penggunaan pesawat kepresidenan jauh lebih hemat dibandingkan dengan menyewa pesawat komersial. Dari perhitungan yang dilakukan dengan cermat oleh pemerintah, negara bisa melakukan penghematan sekitar Rp114,2 milyar per tahun.
Kedua, dari sisi efisiensi dan efektifitas penggunaan pesawat kepresidenan tentu tidak akan menggangu jadwal dan kinerja maskapai penerbangan komersial. Selama ini, perusahaan penerbangan harus mengatur ulang jadwal penerbangannya apabila ada tugas-tugas kenegaraan yang mengharuskan menggunakan pesawat bagi perjalanan dinas Presiden.
Ketiga, dari sisi kebanggaan nasional, sebagai negara besar kita tentu lebih berbangga apabila Presiden Republik Indonesia menggunakan pesawat khusus kepresidenan yang canggih, modern, aman, dan benar-benar difungsikan untuk melayani tugas konstitusional Presiden Republik Indonesia.