Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
7CF54D57-E9AD-452E-AD5C-C87B51E2AE4A.jpeg
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Intinya sih...

  • Blending menggambarkan proses pencampuran bahan bakar.

  • Jaksa pakai istilah blending dalam dakwaan.

  • Pemerintah harus bayar kompensasi Rp13 triliun.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) memakai istilah blending di dalam dakwaan perkara dugaan korupsi tara kelola minyak di PT Pertamina (Persero). Padahal, pada awal pengungkapan kasus ini dinyatakan adanya dugaan pengoplosan jenis BBM yang tidak sesuai dengan ketentuan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna menegaskan, tak ada istilah pengoplosan dalam proses pencampuran komponen bahan bakar dengan kadar oktan (RON).

“Jadi memang tidak ada istilah oplosan sekarang sebetulnya, kan blending-an. Ibaratnya blending-an dari RON 88 atau RON 92 yang memang dijual dengan harga di bawah, ya bahkan price, ya kan di situ. Di situ kan ada dan dia termasuk yang diuntungkan, ada diperlakukan istimewa, itu saja,” ujar Anang, Minggu (10/10/2025).

1. Blending menggambarkan proses pencampuran bahan bakar

Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna (IDN Times/Irfan Fathurohman)

Anang menjelaskan, penggunaan istilah blending menggambarkan proses pencampuran bahan bakar yang umum dilakukan dalam industri minyak dan gas. Namun, dalam kasus tersebut, praktik itu diduga disalahgunakan hingga menimbulkan kerugian negara.

“Istilahnya bukan oplosan, blending-an, dan memang secara teknis memang begitu. Tidak ada istilah oplosan, blending,” kata Anang.

2. Jaksa pakai istilah blending dalam dakwaan

Pertamina Patra Niaga melalui Sales Area Retail Bengkulu melakukan kegiatan monitoring langsung ke sejumlah lembaga penyalur BBM di wilayah Bengkulu. (Dok. Pertamina)

Dalam dakwaan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025 Riva Siahaan, menyatakan Pertalite RON 90 yang diproduksi di Kilang PT Pertamina (Persero) bukan merupakan hasil blending dari produk Mogas RON 88 dan RON 92 tersebut, melainkan pencampuran High Octane Mogas Component (HOMC-RON minimal 92) dan Naptha dengan fraksi formula blending tertentu.

Formula blending RON 92 dan Naphta tersebut juga digunakan oleh PT Pertamina baik dalam penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) Alpha untuk impor Pertalite RON 90 sejak tahun 2021, maupun proses produksi Pertalite RON 90 di kilang PT Pertamina.

3. Pemerintah harus bayar kompensasi Rp13 triliun

Pertamina Patra Niaga melalui Pertamina Regional Sumbagsel terus memperkuat upaya pemulihan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah Bengkulu melalui tiga terminal penyangga. (Dok. Pertamina)

Hal tersebut dilakukan agar dapat menguntungkan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dalam penyaluran JBKP Pertalite RON 90. Pencampuran terbaik dari komponen yang memiliki harga publikasi untuk menghasilkan Mogas RON 90 yang sesuai dengan spesifikasi Kementerian ESDM adalah terdiri dari 8,90 persen Naphta RON 72 ditambah dengan 91,10 persen RON 92.

Dengan menggunakan formula campuran tersebut, kompensasi yang harus dibayarkan Pemerintah untuk tahun 2022 sampai 2023 lebih rendah sebesar Rp13.118.191.145.790,40 (Rp13 triliun) dibandingkan kompensasi yang dihitung menggunakan HJE formula yang telah ditetapkan saat ini.

Akibatnya, timbul kerugian negara Rp13.118.191.145.790,40 yang merupakan pembayaran oleh Pemerintah yang lebih besar dari seharusnya atas kompensasi Pertalite selama 2022 sampai 2023.

Editorial Team