Kejagung Periksa Dirut PT Kilang Pertamina Internasional

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa tiga saksi terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018 sampai 2023.
Salah satu saksi yang diperiksa adalah Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Adityawarman (TAW).
“TAW selaku Direktur Utama PT Kilang Pertamina Internasional,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/3/2025).
Sementara, dua saksi lainnya yakni Manager Treasury PT Pertamina Patra Niaga berinisial ANW dan Manager QMS PT Pertamina (Persero), AA.
“Penyidik juga melakukan pemeriksaan terhadap tujuh orang tersangka yaitu YF, RS, DW, GRJ, SDS, AP, MKAR sebagai saksi untuk tersangka MK dan tersangka EC.
Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Harli.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan sembilan tersangka yang terdiri dari enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satunya yakni Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga.
Kemudian, SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Selanjutnya, MKAN selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Terbaru yakni Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan Edward Corne selaku VP Trading Produk Pertamina Patra Niaga.
Kejagung menyebut total kerugian kuasa negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp193,7 triliun. Rinciannya yakni kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun, kemudian kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selain itu, kerugian impor BBM melalui DMUT/Broker sekitar Rp9 triliun terdiri dari kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun, dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.