Kekerasan Seksual Paling Sering Dialami Perempuan dalam Pemilu 2024

Intinya sih...
- Intensitas kekerasan terhadap perempuan dalam Pemilu 2024 meningkat dari sebelumnya menurut penelitian Women Research Institute (WRI) dengan dukungan Westminster Foundation for Democracy (WFD).
- 82 persen responden perempuan politik menyatakan adanya peningkatan intensitas kekerasan, terutama kekerasan seksual dan verbal, yang merendahkan kapasitas dan martabat mereka.
Jakarta, IDN Times - Intensitas kekerasan terhadap perempuan dalam pemilihan umum (Pemilu) 2024 meningkat dari sebelumnya.
Hasil penelitian yang dilakukan Women Research Institute (WRI) dengan dukungan Westminster Foundation for Democracy (WFD), menyoroti beberapa hal penting dalam peningkatan kasus kekerasan tersebut.
1. Penelitian digelar selama 6 bulan
Penelitian ini dilakukan WRI dengan WFD selama 6 bulan, dimulai pada 1 Juli 2024 hingga 10 Januari 2025. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah survei, wawancara mendalam, dan focus group discussion (FGD) yang melibatkan 270 orang.
Sebanyak 82 persen dari total responden perempuan politik menyatakan adanya peningkatan intensitas kekerasan terhadap perempuan dibandingkan pemilu sebelumnya.
2. Kasus kekerasan paling banyak
Hasil penelitian menunjukkan pola sistematis kekerasan terhadap perempuan dalam Pemiilu 2024 tejadi dalam berbagai bentuk. Dua terbanyak adalah kekerasan seksual dan verbal.
Kekerasan seksual dan verbal mencatat angka tertinggi, masing-masing 52 persen dan 51 persen. Artinya, perempuan politik sering menjadi target pelecehan yang merendahkan kapasitas dan martabat mereka.
3. Kekerasan lainnya
Selain kekerasan seksual dan verbal, kekerasan lain yang sering terjadi pada perempuan dalam Pemilu 2024 menurut survei adalah kekerasan digital dalam bentuk kampanye hitam dan serangan terkoordinasi di media sosial sebanyak 54 persen serta kekerasan ekonomi melalui politik uang dan keterbatasan akses ke sumber daya kampanye sebanyak 42 persen.
Kemudian, kekerasan struktural (38 persen) dalam bentuk diskriminasi penempatan nomor urut dan daerah pemilihan mencerminkan bagaimana sistem politik belum sepenuhnya inklusif terhadap perempuan.