Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

International Women's Day, Koalisi Sipil Tuntut Perlindungan Perempuan

Demo Hari Perempuan, Sabtu (8/3/2025). (IDN Times/Daffa Ulhaq)

Jakarta, IDN Times - Memperingati Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day (IWD), kelompok perempuan dan koalisi masyarakat sipil menggelar aksi protes bertajuk “Perempuan: Dimiskinkan, Dibunuh, Dikriminalkan! Perempuan Melawan dan Menggugat Negara!” pada Sabtu (8/3/2025).

Pantauan IDN Times, massa aksi berkumpul di Sarinah dan melakukan short march menuju Patung Kuda, Jakarta Pusat. 

Seruan perlawanan terhadap eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan menggema di sepanjang Jalan M.H. Thamrin. Selain membawa berbagai poster dengan tuntutan utama, massa aksi yang berjumlah sekitar 300 orang terdiri dari berbagai lembaga, kolektif komunitas, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), dan Aliansi Perempuan Indonesia (API) juga mengajak massa aksi dari gerakan Indonesia Gelap sebelumnya. 

“Estimasinya sekitar 300 dari estimasi awal karena ada puluhan lembaga, kolektif komunitas, dan BEM mahasiswa. Kita juga mengajak massa aksi dari Indonesia Gelap kemarin,” kata Wakil Koordinator Lapangan, Afifah, saat dikonfirmasi, Sabtu. 

Beberapa tuntutan utama dalam aksi ini menyoroti kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan, khususnya perlindungan bagi buruh perempuan, perempuan difabel, perempuan buruh migran, dan PRT.

Mereka juga menyoroti kekerasan seksual hingga pembunuhan berbasis gender (femisida). Selain itu, massa aksi juga mengkritik proyek strategis nasional yang dinilai meminggirkan masyarakat adat. 

“Banyak sekali yang kita tuntut, tetapi kita menekankan situasi kekerasan dan diskriminasi perempuan di dunia kerja, proyek strategi nasional, dan kekerasan terhadap perempuan, seperti kekerasan seksual dan femisida,” ujar Afifah. 

Selain itu, para demonstran juga menuntut ketegasan pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang telah tertunda selama 20 tahun. 

Afifah menambahkan, aksi ini bukan sekadar peringatan Hari Perempuan Internasional, tetapi juga bentuk perlawanan terhadap sistem yang dianggap merampas hak-hak perempuan.

Ia menegaskan, ruang aksi dan protes harus direbut kembali oleh rakyat sebagai bentuk konsolidasi menuju perubahan yang lebih konkret.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Deti Mega Purnamasari
EditorDeti Mega Purnamasari
Follow Us