Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
IMG_20251020_132719.jpg
Warga menemukan dan mengevakuasi bocah perempuan dipasung orang tuanya di Mesuji. (IDN Times/Istimewa)

Intinya sih...

  • Ayah tiri korban sudah ditahan, ibu kandung hanya dimintai keterangan

  • Ayah tiri dapat dikenakan beberapa pasal pidana terkait penelantaran anak dan kekerasan fisik

  • Penguatan layanan pengasuhan dan deteksi dini kekerasan anak di tingkat desa perlu dilakukan

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mendorong pemberian layanan pendampingan psikologis bagi anak berusia enam tahun di Mesuji, Lampung yang dirantai oleh ayah tiri dan ibu kandungnya.

Plt. Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Ratna Susianawati menjelaskan, Kemen PPPA lewat Tim Layanan SAPA 129 telah berkoordinasi dengan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Provinsi Lampung untuk pendampingan terhadap korban (anak usia 6 tahun) yang dikurung dan dirantai oleh ayah tiri dan ibu kandungnya di Mesuji, Lampung.

“Kami menyampaikan keprihatinan mendalam atas peristiwa ini. Tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan tindakan kekerasan terhadap anak. Kemen PPPA sendiri melalui Tim Layanan SAPA129 telah berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Provinsi Lampung dan UPTD PPA Lampung, untuk memastikan korban mendapatkan layanan pendampingan psikologis, pemenuhan kebutuhan dasar, serta layanan konseling bagi ibu korban guna memperkuat kemampuan pengasuhan dan mendukung proses pemulihan keluarga,” ujarnya dikutip Selasa (28/10/2025).

1. Ayah tiri korban sudah ditahan

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Ratna menjelaskan, dari hasil penyelidikan polisi, ayah tiri korban sudah ditahan dan ibu kandung korban hanya dimintai keterangan dan tidak dilakukan penahanan karena anak-anaknya masih membutuhkan pengasuhan. KemenPPPA mengapresiasi atas respon pihak kepolisian yang telah menahan ayah tiri korban.

"Saat ini kami masih menunggu hasil pemeriksaan psikologis pada korban dan ibu korban oleh Psikolog Klinis UPTD PPA Provinsi Lampung. Dalam kasus yang tergolong kekerasan fisik dan penelantaran anak ini, kami menduga ketidakmampuan orang tua korban untuk memberikan pengasuhan yang baik,” kata Ratna.

2. Ayah tiri korban dapat dikenakan beberapa pasal pidana

Ilustrasi borgol. (IDN Times/Mardya Shakti)

Dari kronologi kasus, ayah tiri korban dapat dikenakan beberapa pasal pidana. Untuk tindakan penelantaran kepada anak sesuai pasal 76B jo 77 B undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.

Bahwa tindakan yang dilakukan ayah tiri masuk tindak pidana kekerasan fisik maka atas tindakan tersebut terduga terlapor dapat dikenakan pasal 76 C jo pasal 80 ayat (4) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan. Serta dapat dikenakan denda maksimal Rp72 juta dan dapat ditambah sepertiga dari ketentuan karena yang melakukan adalah orang tua.

Ayah tiri korban juga melakukan eksploitasi anak secara ekonomi melanggar Pasal 76I jo Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan/atau denda Rp200 juta.

3. Penguatan layanan pengasuhan dan deteksi dini kekerasan anak di tingkat desa

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengunjungi keluarga anak korban perundungan di Kabupaten Subang, Jawa Barat pada Selasa (26/11/2024). (dok. KemenPPPA)

Ratna menilai kejadian ini menjadi momentum bagi pemerintah daerah memperkuat sistem deteksi dini dan pelaporan kasus kekerasan anak di tingkat desa melalui Ruang Bersama Indonesia (RBI). Ia mendorong pengembangan layanan pengasuhan alternatif berbasis masyarakat, gratis atau bersubsidi, bagi keluarga muda, terutama dengan anak disabilitas atau miskin ekstrem.

Kemen PPPA telah menerbitkan Permen PPPA No. 4/2024 tentang Layanan Pemenuhan Hak Anak, yang mengatur peran PUSPAGA sebagai lembaga pendamping keluarga rentan. PUSPAGA menyediakan edukasi dan dukungan psikososial secara preventif dan gratis untuk mencegah kekerasan anak. Selain itu, pengasuhan alternatif juga tersedia melalui Taman Asuh Ramah Anak (TARA) atau Daycare Ramah Anak, yang kini memiliki SNI 9255:2024 sebagai standar layanan berbasis hak anak. Pedoman penyelenggaraan TARA juga diatur melalui SE Menteri PPPA No. 61/2020 bagi pekerja di daerah.

4. Perlu tingkatkan sistem deteksi dini kasus-kasus kekerasan anak

Warga menemukan dan mengevakuasi bocah perempuan dipasung orang tuanya di Mesuji. (IDN Times/Istimewa)

Ratna mengajak semua orang kembali meningkatkan sistim deteksi dini atas kasus-kasus kekerasan terhadap anak melalui aktivis dan relawan, dan juga masyarakat di tingkat desa dan kelurahan. Pemerintah daerah dapat lebih meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pola asuh positif dan perlindungan anak.

"Pemerintah Daerah juga dapat mengembangkan TARA bersama dunia usaha dan lembaga masyarakat sesuai amanat Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan untuk memenuhi hak pengasuhan positif berbasis hak anak," kata Ratna.

Perlu diketahui, apabila mengetahui, melihat ataupun mengalami tindakan kekerasan dapat melaporkan ke Layanan SAPA129 di 081-111-129-129.

Editorial Team